Rabu, 13 Agustus 2014

Kisah Burung Gagak dan Manusia

Ini ada kisah penuh hikmah tentang burung gagak, dan seorang ayah serta anak.

Suatu petang seorang pria tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka.

Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pohon. Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya, “Nak, apakah benda itu?” Anak menjawab, “Burung gagak.” Ayah mengangguk-angguk, namun tidak berselang lama kemudian sekali lagi mengulangi pertanyaan yang sama. Anak tersebut menyangka ayahnya kurang mendengar jawaban tadi, lalu menjawab dengan sedikit kuat, “Itu burung gagak, ayah!”

Tetapi tak lama kemudian, sang ayah bertanya lagi dengan pertanyaan yang sama. Anak itu merasa agak keliru dan sedikit bingung dengan pertanyaan yang selalu diulang-ulang, lalu ia menjawab dengan lebih kuat, “Burung gagak!” Sang ayah terdiam seketika.

Namun tidak lama kemudian, sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat anak itu kehilangan kesabaran dan menjawab dengan nada kesal kepada sang ayah, “Itu gagak, ayah!”
Tetapi, agak anak itu dibuat terkejut karena sang ayah kembali membuka mulutnya dan lagi-lagi melontarkan pertanyaan yang sama. Dan kali ini anak itu benar-benar kehilangan kesabaran dan menjadi sangat marah. “Ayah, saya tidak tahu ayah paham atau tidak. Tapi, sudah 5 kali ayah bertanya mengenai hal tersebut dan saya juga sudah memberikan jawabannya. Apalagi yang ayah mau saya katakan? Itu burung gagak, burung gagak, ayah!” kata anak itu dengan nada marah. Sang ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah, meninggalkan anaknya yang kebingungan.

Sesaat kemudian sang ayah keluar lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Diperlihatkan sebuah diary lama. “Coba kau baca apa yang pernah ayah tulis di dalam diary ini!” pinta sang ayah. Anak itu pun membacanya.



Dalam diary tersebut berisi, “Hari ini aku berada di halaman melayani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya, ‘Ayah, apa itu?’ dan aku menjawab, ‘Burung gagak.’ Walau bagaimana pun anakku terus bertanya dengan hal yang serupa.

Dan aku terus menjawab dengan jawaban yang sama. Hingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan berharga bagi anakku kelak.”

Selesai membaca, anak tersebut mengangkat muka, memandang wajah ayahnya yang kelihatan sayu. Sang ayah perlahan berbicara, “Hari ini ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak 5 kali, dan kau telah hilang kesabaran serta marah.” Lalu seketika itu juga, anak itu menangis dan bersimpuh di kedua kaki ayahnya, memohon ampun atas apa yang telah ia perbuat.

Sebagai seorang anak, kita harus bisa menjaga hati dan perasaan orang tua. Kita juga harus bisa menghormati mereka. Sayangi mereka sebagaimana mereka juga menyayangi kita di waktu kecil. Dalam Islam telah banyak kita mempelajari mengenai bersikap terhadap orang tua. Tapi, berapa banyakkah yang telah kita amalkan? Untuk itu, jangan hanya kita memperbayak ilmu saja, tapi jalani juga dalam kehidupan sehari-hari. Karena, ilmu sebanyak apapun tidak akan bermanfaat bila kita tidak mengamalkannya.

sumber:
islampos.com