Jumat, 28 November 2014

12 Orang yang Selalu Didoakan Malaikat

Ada orang-orang tertentu yang didoakan oleh malaikat berdasarkan riwayat hadits dari Rasulullah SAW.

Orang-orang itulah yang termasuk orang-orang pilihan. Mereka termasuk ke dalam kriteria khusus yang mendapatkan do’a dari para malaikat. Setidaknya ada 12 orang yang akan selalu didoakan oleh malaikat karena mengerjakan hal-hal tersebut di bawah ini.

Siapa sajakah mereka ya.

12 Orang yang Selalu Didoakan Malaikat


1. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat

“Tidaklah salah seorang di antara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya: ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’,” (HR. Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim 469).

2. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga Malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci’,” (Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37).

3. Orang-orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang-orang) yang berada pada shaf-shaf terdepan,” (Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib).

4. Orang-orang yang menyambung shaf (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf)

Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf-shaf,” (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272).

5. Para malaikat mengucapkan ‘amin’ ketika seorang imam selesai membaca al-Fatihah

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu,” (Shahih Bukhari no. 782).




6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat

“Para malaikat akan selalu bershalawat (berdoa) kepada salah satu di antara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat di mana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata: ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia’,” (HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106).

7. Orang-orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah

IMAM Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit). Sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’ Mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’,” (Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir).

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan

Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’,” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., Shahih Muslim no. 2733).

9. Orang-orang yang berinfak

“Tidak satu hari pun di mana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit,” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 1442 dan Shahih Muslim 1010).

10. Orang yang makan sahur

IMAM Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur,” (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519).

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit

“Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya, kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh,” (HR. Imam Ahmad dari ‘Ali bin Abi Thalib, Al Musnad 754).

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain

“Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah di antara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain,” (HR. Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily).

sumber: islampos.com

Rabu, 26 November 2014

Hikmah Dibalik Tertolaknya Doa

ADA seseorang yang rajin berdoa, meminta sesuatu kepada Allah.

Orangnya begitu sholeh dan ibadahnya pun baik. Tetapi do’a yang dipanjatkannya tak kunjung terkabul. Sebulan menunggu masih belum terkabul juga. Tetap dia berdoa. Tiga bulan berlalu juga belum terkabul. Tetap dia meneruskan do’anya. Hingga hampir satu tahun doa yang ia panjatkan, belum terkabul juga.

Dia melihat teman kantornya. Orangnya biasa saja. Tak istimewa. Sholat masih bolong-bolong. Kelakuannya juga sering nggak beres, sering tipu-tipu, bohong sana-sini. Tapi anehnya, apa yang dia doakan, semuanya dipenuhi.

Orang sholeh ini pun heran. Akhirnya, dia pun mendatangi seorang ustadz. Berceritalah dia mengenai permasalahan yang sedang dihadapi. Tentang doanya yang sulit terkabul padahal dia taat, sedangkan temannya yang bandel, malah mendapat apa yang dia inginkan.

Tersenyumlah ustadz ini. Bertanyalah sang ustadz ke orang shalih ini, “kalau Anda lagi duduk di warung, kemudian datang pengamen, tampilannya urakan, maen musiknya gak benar, suaranya fals, bagaimana?”, orang sholeh tadi menjawab, “segera saya kasih pak ustadz, gak tahan ngeliat dan ndengerin dia lama-lama di situ, sambil nyanyi pula.”

“Kalau pengamennya yang dateng rapi, main musiknya enak, suaranya empuk, bawain lagu yang kamu suka, bagaimana?” tanya sang ustadz lagi. Orang shalih pun segera menjawab, “wah, kalo gitu, saya dengerin ustadz. Saya biarin dia nyanyi sampai habis. Lama pun nggak masalah. Kalau perlu saya suruh nyanyi lagi. Nyanyi sampai sealbum pun saya rela. Kalau pengamen tadi saya kasih 500 rupiah, yang ini 50.000 rupiah juga berani, ustadz.”




Pak ustadz pun tersenyum dan menjelaskan “begitulah nak.. Allah ketika melihat engkau, yang sholeh, datang menghadap-Nya, Allah betah ndengerin doamu. Melihat kamu. Dan Allah pengen sering ketemu kamu dalam waktu yang lama. Buat Allah, ngasih apa yang kamu mau itu gampang betul. Tapi Dia ingin menahan kamu biar khusyuk, biar deket sama Dia. Coba bayangin, kalo doamu cepet dikabulin, apa kamu bakal sedekat ini? Dan di penghujung nanti, apa yang kamu dapatkan kemungkinan besar jauh lebih besar dari apa yang kamu minta.”

“Beda sama temenmu itu. Allah gak mau kayaknya, dia deket-deket sama Allah. Udah dibiarin biar bergelimang dosa aja dia ini. Makanya Allah buru-buru kasih aja. Udah. Jatahnya ya segitu doang. Gak nambah lagi.” lanjut sang ustadz.

“Dan yakinlah..”, kata sang ustadz, “kalaupun apa yang kamu minta ternyata gak Allah kasih sampai akhir hidupmu, masih ada akhirat, nak. Sebaik-baik pembalasan adalah jatah surga buat kita. Nggak bakal ngerasa kurang kita di situ.”

sumber: islampos.com

Jumat, 21 November 2014

Allah SWT Tidak Lelah Menciptakan Bumi dan Isinya Selama 6 Hari

Mengapa Allah SWT berfirman, "dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan?"

Karena pada waktu itu orang Yahudi berkeyakinan bahwa Allah SWT merasa kelelahan dalam menciptakan langit, bumi dan isinya selama enam hari.

Oleh karena itu Allah SWT membantahnya dengan tegas, bahwa Tuhan tidak merasakan lelah seperti dugaan orang-orang Yahudi itu. Yahudi berkata, "Kemudian Alloh kelelahan dan beristirahat di hari yang ketujuh."




Oleh karena itu Alloh berfirman "dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan."

وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوبٍ

Artinya:
"dan Sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan."
(QS. Qaf: 38).

Wallahu A'lam

Kamis, 20 November 2014

Sahabat Pertama yang Memenggal Kepala

Rasulullah SAW bersabda,

إن الله كتب الإحسان على كل شيء فإذا قتلتم فأحسنوا القتلة

“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat baik dalam segala sesuatu. Jika kalian membunuh (Baik itu membunuh musuh (orang kafir), melakukan qishosh atau memerangi kau murtad), maka baguskanlah cara membunuhnya” [HR Muslim]

Siapa yang Pertama kali memenggal musuh?

Memenggal kepala pertama kali dilakukan oleh sahabat. Beliau adalah Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Ibnu Mas’ud memenggal musuh Allah dan gembong kekufuran, Abu Jahl.

Kisah pemenggalan tersebut kita bisa dapati di Kitab Shahihul Bukhori Kitab al-Maghazi Bab Qatli Abi Jahl Karya Imam Bukhori dan Kitab al-Bidayah wan Nihayah bab Maqtal Abi Jahl la’anahullah karya Imam Ibnu Katsir.

Peristiwa itu terjadi dalam Perang Badr. Sebelumnya kematiannya melalui tangan Ibnu Mas’ud, Abu Jahl terluka oleh tombak Mua’dz bin Amru bin Jamuh. Mu’adz ibnul Jamuh pun terluka, di mana tangannya terputus karena sabetan pedang anak Abu Jahl, Ikrimah.

Mu’adz bin Afra’ melawati Abu Jahl dan menambah luka Abu Jahl dengan tombaknya. Setelah pertempuran selesai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ingin mengkonfirmasi kalau gembong kekufuran, Abu Jahl, telah tewas. Maka Ibnu Mas’ud pun mengajukan diri untuk bertanggungjawab untuk memastikan kematian Abu Jahl.




Ibnu Mas’ud pun pergi ke medan pertempuran. Ia menemukan Abu jahl tergelatak di atas pasir dengan kondisi terluka parah. Ia pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ibnu Mas’ud [un meletakkan kakinya di leher Abu Jahl.

Ibnu Mas’ud pun bekata kepada Abu Jahl: “Tidakkah Allah menghinakanmu?”

Abu Jahl: “Dengan apa dia menghinakanku?”

Ibnu Mas’ud: “Bukankah dulu engkau mencoba membunuh seorang yang kini menginjakkan kakinya di atas lehermu. Maka kemenangan siapa hari ini?”

Abu Jahl: “Sungguh engkau telah mencapai pada posisi yang sulit dicapai oleh orang-orang wahai penggembala kambing?”

Ibnu Mas’ud pun menyembelih Abu Jahl dan memenggal kepalanya lalu membawahnya kehadapan Rasulullah. Setelah membawa kepala Abu Jahl di hadapan Nabi, Ibnu Mas’ud berkata: “Wahai Rasulullah ini adalah kepala musuh Allah”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meninggikan suaranya, “Allahu Akbar, segala puji bagi Allah Yang telah menepati janjinya, Yang telah menolong hamba-Nya, menguatkan tentara-Nya dan menghancurkan pasukan aliansi kafir”.

Maka perlakuan tersebut merupakan syari’at Allah untuk menggentarkan musuh-musuh-Nya yang mencoba menghancurkan Islam dan muslimin agar mereka berhenti dari kezaliman mereka.

Wallahu Ta’ala A’lam

sumber:
voa-islam.com

Selasa, 18 November 2014

Kematian Menurut Para Ilmuwan

Tak ada manusia yang hidup abadi, semuanya pasti akan merasakan mati.

Namun, mengenai bagaimana rasanya kematian, tentu saja tak akan ada yang pernah tahu, karena semua ini adalah rahasia Alloh SWT.

Namun, para ilmuwan terus mencoba untuk mengungkap misteri kematian ini, berdasarkan pengalaman dan ilmu yang mereka peroleh. Menurut para ilmuwan, layaknya kehidupan, kematian juga merupakan sebuah proses.

Tahapan Kematian

Tahap pertama dari proses ini dikenal sebagai kematian klinis. Ini berlangsung selama empat hingga enam menit, dimulai ketika seseorang berhenti bernapas dan jantung berhenti memompa darah.

Selama itu, mungkin ada cukup oksigen dalam otak, yang akan menghindari dari terjadi kerusakan otak permanen. Organ lain, seperti ginjal dan mata diklaim akan tetap hidup sepanjang kematian klinis.

Setelah proses kematian klinis, kemudian manusia akan merasakan saat yang dikenal sebagai kematian biologis. Pada tahap ini sel-sel tubuh mulai merosot, dan organ tubuh, termasuk otak, mulai mati. Dokter kadang-kadang dapat menunda kematian biologis dengan menginduksi dalam keadaan hipotermia, yaitu mendinginkan tubuh di bawah temperatur normal.

Metode ini dapat menghentikan degenerasi sel-sel tubuh, dan telah digunakan untuk menghidupkan kembali pasien dengan penyakit jantung.

Tahap kematian ini cukup dipahami dengan baik, namun yang sulit dipahami adalah apa yang terjadi pada seseorang, setelah ia dinyatakan meninggal secara klinis dan biologis. Untuk mendapatkan beberapa wawasan tentang misteri ini, para peneliti beralih ke studi pengalaman menjelang kematian (NDE).

Menurut Out-Of-Body Experience Research Center di Los Angeles, lebih dari 8 juta orang AS telah melaporkan kasus NDE, yang terjadi ketika seseorang telah dinyatakan meninggal, secara klinis.




Banyak orang yang memiliki pengalaman menjelang kematian melaporkan sensasi yang sama, mereka merasa seolah-olah mengambang di luar tubuh, bergerak cepat melalui sebuah terowongan menuju cahaya atau melihat almarhum orang terkasih.

Para peneliti terus mempelajari NDE dalam upaya untuk memahami proses biologi dan neurologis, yang mungkin berada di balik peristiwa tersebut. Beberapa studi menyatakan bahwa NDE hanya bentuk lain dari mimpi, sementara yang lain menghubungkan pengalaman ini sebagai bentuk kekurangan oksigen di otak. Baiknya sebagai seorang Muslim, kita hanya perlu percaya bahwa kematian itu pasti terjadi, dan mulai beramal sebanyak mungkin sebagai bekal setelah meninggal kelak.

sumber: islampos.com

Senin, 17 November 2014

Hukum Minuman Kemasukan Lalat dan Semut

Bangkai semut tidak boleh dikonsumsi, karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh.

Setiap hewan yang dilarang dibunuh atau diperintahkan untuk dibunuh maka hewan tersebut diharamkan. Walaupun tidak boleh dikonsumsi, namun bangkai semut tidak najis, karena termasuk binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir. Hukumnya seperti lalat yang masuk ke minuman, cukup dicelupkan dan dibuang lalatnya. Karena di satu sayap lalat terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat penawarnya.

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

إذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءً وَفِي الْآخَرِ شِفَاءً

“Apabila ada lalat jatuh ke dalam minuman seseorang di antara kamu maka benamkanlah lalat itu kemudian keluarkanlah, sebab ada salah satu sayapnya ada penyakit dan pada sayap lainnya ada obat penawar." (HR. Al-Bukhari dan Abu Dawud)




Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassaam –semoga Allah ampuni dosa beliau dan kedua orang tuanya-, berkata “para ulama mengiyaskan sucinya lalat kepada setiap binatang melata yang tidak memiliki darah mengalir, mereka menetapkan kesuciannya, binatang-binatang itu tidak membuat najis makanan atau yang terjatuh ke dalamnya; baik makanan dan minuman itu sedikit atau banyak.” (Taudhih Al-Ahkam: 1/153)

Beliau menjelaskan sebab yang menjadikan najis adalah adanya darah yang tertahan dalam tubuh binatang setelah ia mati. Sedangan sebab ini tidak didapatkan pada binatang yang tidak memiliki darah mengalir, seperti lebah, tawon, nyamuk, dan semisalnya.

sumber: voa-islam.com

Minggu, 16 November 2014

Kewajiban Anak Setelah Menikah

Salah satu manifestasi taqwa ialah berbuat baik kepada orang tua (birrul walidain).

Perlu disadari, bahwa pernikahan itu bukan hanya ikatan 2 orang anak manusia, tetapi mengikat 2 keluarga besar. Jadi pernikahan itu merupakan risalah agung membentuk ukhuwah yang luas yang dasarnya saling kenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), dan saling menolong (tafakul) antara suami-istri, keluarga suami dan keluarga istri. Bila masing-masing pihak ridha, maka nilai pernikahan yang sakinah serta diridhai orang tua akan terwujud.

Sebelum menikah, seorang anak, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kewajiban yang besar kepada kedua orang tuanya, terutama kepada ibundanya. Bila seorang anak laki-laki yang telah menikah, maka kewajiban berbakti kepada ibu ini tidak hilang, jadi suami adalah hak ibunda.

Kewajiban Anak Setelah Menikah

Bagaimana dengan anak perempuan yang telah menikah? Nah, bagi anak perempuan yang telah menikah, maka haknya suami. Jadi istri berkewajiban berbakti pada suami. Karena setelah Ijab kabul, berpindahlah hak dan kewajiban seorang ayah kepada suami dari anak wanitanya. Begitu besar kewajiban berbakti pada suami, sampai rasul pernah bersabda, “Bila boleh sesama manusia mengabdi (menyembah), maka aku akan menyuruh seorang istri mengabdi pada suaminya.”

Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Ada seseorang yang datang menghadap Rasulullah dan bertanya, “Ya Rasulallah, siapakah orang yang lebih berhak dengan kebaikanku?” Jawab Rasulullah, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ayahmu.” (Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah)

Ada seseorang yang datang, disebutkan namanya Muawiyah bin Haydah r.a., bertanya: “Ya Rasulallah, siapakah orang yang lebih berhak dengan kebaikanku?” Jawab Rasulullah saw: “Ibumu.” Dengan diulang tiga kali pertanyaan dan jawaban ini.

Pengulangan kata “ibu” sampai tiga kali menunjukkan bahwa ibu lebih berhak atas anaknya dengan bagian yang lebih lengkap, seperti al-bir (kebajikan), ihsan (pelayanan). Ibnu Al-Baththal mengatakan:

“Bahwa ibu memiliki tiga kali hak lebih banyak daripada ayahnya. Karena kata ‘ayah’ dalam hadits disebutkan sekali sedangkan kata ‘ibu’ diulang sampai tiga kali. Hal ini bisa dipahami dari kerepotan ketika hamil, melahirkan, menyusui. Tiga hal ini hanya bisa dikerjakan oleh ibu, dengan berbagai penderitaannya, kemudian ayah menyertainya dalam tarbiyah, pembinaan, dan pengasuhan.

Hal itu diisyaratkan pula dalam firman Allah swt., “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun –selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun–, bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Luqman: 14)

Allah swt. menyamakan keduanya dalam berwasiat, namun mengkhususkan ibu dengan tiga hal yang telah disebutkan di atas.



Hadits

Imam Ahmad dan Bukhari meriwayatkan dalam Al-Adabul Mufrad, demikian juga Ibnu Majah, Al Hakim, dan menshahihkannya dari Al-Miqdam bin Ma’di Kariba, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

“Sesunguhnya Allah swt. telah berwasiat kepada kalian tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ayah kalian, kemudian berwasiat tentang kerabat dari yang terdekat.”

Hal ini memberikan kesan untuk memprioritaskan kerabat yang didekatkan dari sisi kedua orang tua daripada yang didekatkan dengan satu sisi saja. Memprioritaskan kerabat yang ada hubungan mahram daripada yang tidak ada hubungan mahram, kemudian hubungan pernikahan. Ibnu Baththal menunjukkan bahwa urutan itu tidak memungkinkan memberikan kebaikan sekaligus kepada keseluruhan kerabat.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran tentang ibu yang lebih diprioritaskan dalam berbuat kebaikan dari pada ayah. Hal ini dikuatkan oleh hadits Imam Ahmad, An-Nasa’i, Al-Hakim yang menshahihkannya, dari Aisyah r.a. berkata:

“Aku bertanya kepada Nabi Muhammad saw., siapakah manusia yang paling berhak atas seorang wanita?” Jawabnya, “Suaminya.” “Kalau atas laki-laki?” Jawabnya, “Ibunya.”

Demikian juga yang diriwayatkan Al-Hakim dan Abu Daud dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa ada seorang wanita yang bertanya:

“Ya Rasulallah, sesungguhnya anak laki-lakiku ini, perutku pernah menjadi tempatnya, air susuku pernah menjadi minumannya, pangkuanku pernah menjadi pelipurnya. Dan sesungguhnya ayahnya menceraikanku, dan hendak mencabutnya dariku.” Rasulullah saw. bersabda, “Kamu lebih berhak daripada ayahnya, selama kamu belum menikah.”

Maksudnya menikah dengan lelaki lain, bukan ayahnya, maka wanita itu yang meneruskan pengasuhannya, karena ialah yang lebih spesifik dengan anaknya, lebih berhak baginya karena kekhususannya ketika hamil, melahirkan dan menyusui.

sumber: islampos.com

Sabtu, 15 November 2014

Bahaya Jilbab Punuk Onta

Pada jaman sekarang ini, aneka jenis hijab telah merajalela. Hanya saja, kebanyakan dari gaya berhijab ini, bertentangan dengan apa yang ada dalam aturan Islam.

Salah satunya ialah berjilboob dengan mengadakan punuk unta pada hijabnya. Hijab punuk unta yaitu menggunakan hijab tetapi ada tonjolan dibelakangnya seperti punuk unta. Tonjolan itu dapat berupa rambut yang digelung maupun sesuatu sebagai pengganti rambut agar terdapat tonjolan itu.

Misalnya saja berupa bantal kecil yang sengaja dimasukkan agar memperindah bentuk.



Melalui sabdanya, Rasulullah SAW telah memberitahukan kepada kita mengenai hal ini. Rasulullah SAW bersabda:

مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
۞رواه أحمد ومسلم في الصحيح ۞

“Ada dua golongan penduduk neraka yang belum aku melihat keduanya. Kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi untuk mencambuk manusia (maksudnya penguasa yang dzalim), dan perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang, cenderung kepada kemaksiatan dan membuat orang lain juga cenderung kepada kemaksiatan. Kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang berlenggak-lenggok. Mereka tidak masuk surga dan tidak mencium bau wanginya. Padahal bau wangi surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian waktu (jarak jauh sekali),”
(HR. Muslim dan yang lain).

sumber: islampos.com

Kamis, 13 November 2014

Kapan Waktu Shalat Fajar itu

Kapan Waktunya?

Sebagian orang ada yang memahami dua rakaat fajar itu shalat sunnah dua rakaat sebelum masuk Shubuh, yakni sebelum adzan. Ini pemahaman yang salah. Bahwa dua rakaat fajar itu adalah qabliyah Shubuh itu sendiri, bagian dari shalat sunnah rawatib.

Siapa yang mengerjakannya sebelum Shubuh, ia tak mendapatkan keutamaan dua rakaat fajar. Ia hanya mendapatkan pahala shalat sunnah mutlak, karena waktu itu adalah waktu bebas untuk shalat.

Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin dalam salah satu Fatawanya menjelaskan, “Shalat dua rakaat fajar yang dikerjakan sebelum shubuh tidak sah. Tidak terhitung sebagai shalat sunnah rawatib. Shalat tersebut menjadi shalat sunnah mutlak. Ia diberi pahala shalat nafilah saja.”



Kemudian beliau menasihatkan kepada penanya, saat adzan shubuh selesai dikumandangkan, ia mengulangi shalat rawatib. Dan ia mendapatkan pahala dua rakaat fajar.

Wallahu A’lam.

sumber: voa-islam.com

Senin, 10 November 2014

8 Tempat Berkumpulnya Setan

SEPERTI layaknya manusia, jin pun memiliki tempat untuk ia tinggal.

Hanya saja, terkadang kita tak meyadari akan hal itu. Kebanyakan orang berpikir bahwa jin hanyalah tinggal di pohon-pohon yang besar. Padahal, tidak demikian adanya. Jin juga memiliki berbaga tempat yang berbeda yang dapat ia jadikan tempat tinggal. Di mana sajakah itu?

1. Di rumah-rumah

Dari Sa’id Al Khudri dikatakan Rasulullah SAW bersabda, “Di dalam rumah terdapat penghuni-penghuni (jin) maka jika kamu melihat sesuatu (yang aneh) maka usirlah ia 3X kalau ia pergi maka biarkanlah, tapi jika ia membandel (tidak mau pergi) maka bunuhlah, sebab ia pasti jin kafir,” (HR. Muslim).

“Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada satu rumah orang muslim pun kecuali di atap rumahnya terdapat jin muslim. Apabila ia menghidangkan makanan pagi, mereka (jin) pun ikut makan pagi bersama mereka. Apabila makan sore dihidangkan, mereka (jin) juga ikut makan sore bersama orang-orang muslim. Hanya saja, Allah menjaga dan menghalangi orang-orang muslim itu dari gangguan jin-jin tersebut,” (HR. Abu Bakar dalam Kitab Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Atsqolani).

2. Di jamban/WC

Dari Zaid bin Arqam, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jamban-jamban (WC) itu dihuni oleh Jin,” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).

3. Di lubang-lubang

Dari Abdullah bin Sarjas, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian kencing di lubang,” Mereka bertanya kepada Qatadah, “Mengapa tidak boleh kencing di lobang?” Qatadah menjawab, “Rasulullah SAW mengatakan karena lubang itu adalah tempat tinggalnya golongan jin,” (HR. Nasai dan Ahmad).

Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Umar bin Maisarah telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Hisyam telah menceritakan kepada saya ayahku dari Qatadah dari Abdullah bin Sarjis bahwasanya Rasulullah SAW melarang kencing di lubang. Mereka bertanya kepada Qatadah, “Apa yang membuat kencing di lubang dilarang?” Dia menjawab, “Dikatakan bahwa ia adalah tempat tinggal jin,” (HR. Abu Daud No. 27 dan Imam Ahmad No. 19847). Nashiruddin Al-Albani mengatakan hadits ini dla’if namun Ibnu Hajar Asqolani, Yahya bin Ma’in, Al-Ajli dan Ibnu Hibban mengatakan semua perawinya tsiqoh tsabat.

4. Di padang pasir dan goa

Dari Ibnu Mas’ud ra. berkata, “Suatu hari kami (para sahabat) berkumpul bersama Rasulullah SAW tiba-tiba kami kehilangan beliau, lalu kami cari-cari di lembah-lembah dan kampung-kampung (akan tetapi kami tidak mendapatkannya). Kami lalu berkata, “Rasulullah SAW telah diculik dan disandera.” Pada malam itu, tidur kami betul-betul tidak menyenangkan. Ketika pagi hari tiba, tampak Rasulullah SAW sedang bergegas menuju kami dari arah sebuah gua yang berada di tengah padang pasir. Kami lalu berkata, “Ya Rasulullah, malam tadi kami betul-betul kehilangan engkau, lalu kami cari-cari kesana kemari akan tetapi kami tidak menemukan engkau. Lalu kami tidur dengan sangat tidak menyenangkan.” Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Malam tadi saya didatangi oleh utusan dari kelompok Jin, ia membawa saya pergi menemui kaumnya untuk mengajarkan al-Qur’an,” (HR. Muslim).

Sahl bin Abdullah telah menceritakan ketika aku berada di salah satu kawasan tempat kaum ‘Ad tiba-tiba aku melihat suatu kota yang terbuat dari batu yang dilubangi. Di lubang batu itu yakni di tengahnya terdapat sebuah gedung yang dijadikan tempat tinggal para jin. Lalu aku memasukinya, maka tiba-tiba aku bertemu seorang yang sudah tua dan sangat besar tubuhnya sedang mengerjakan shalat. Orang tua itu memakai jubah dari bulu yang dianyam dengan sangat indahnya (Imam Ibnu Jauzi dalam Kitab Shafwatush Shafwah).

5. DI dalam air

Dari Jabir Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya iblis memiliki singgasana di atas air,” (HR. Muslim dan Ahmad, shahih menurut Imam Suyuthi).

6. Di pasar

“Janganlah kalian menjadi orang yang pertama kali masuk ke pasar atau menjadi orang yang paling akhir keluar dari pasar, karena pasar itu merupakan tempat berseterunya para syaithan. Dan di pasarlah syaithan menancapkan benderanya,” (HR. Muslim).

7. Di kandang unta

Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian shalat di kandang-kandang unta karena di sana terdapat syaithan, shalatlah di kandang domba karena dia itu membawa berkah,” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

8. Di masjid juga ada jin

Sering kita dengar cerita bahwa orang yang melihat jin berada di dalam masjid melaksanakan shalat, atau orang yang tidur di depan mihrab kemudian terbangun dalam keadaan berada di dalam bedug atau di atas pohon (karena dipindahkan oleh jin). Maka hal itu mungkin saja karena jin-jin memang juga berada di masjid, terutama jin yang muslim mereka juga ada yang tinggal di masjid dan melaksanakan shalat di masjid.

Dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas ra. berkata bahwa jin telah berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah ijinkahlah kami (para jin) untuk ikut melakukan shalat secara berjamaah bersamamu di masjid mu.” Maka Allah menurunkan firmanNya, “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu kepunyaan Allah, dan janganlah kalian menyembah seorangpun di dalamnya di samping menyembah Allah,” (QS. Jinn [72]: 18). (HR. Ibnu Abi Hatim dalam Tafsir Jalalain Jilid IV).

sumber: [rika/islampos/misterighaib], islampos.com

Sabtu, 08 November 2014

Istri Khalifah Abu Ja’far Al Manshur Tak Mau Dimadu

Khalifah Abu Ja’far Al Manshur berseteru dengan istrinya.

Ia ingin menikah lagi, sementara istrinya tidak setuju. Istrinya merasa terpukul dan marah. Kendati Khalifah berdalih bahwa pernikahan dengan istri kedua tidak melanggar perintah Allah, sang istri tetap tidak mau dimadu. Bahkan, istrinya ingin masalah ini diselesaikan oleh Imam Abu Hanifah.

Abu Ja’far setuju. Ia yakin ia akan menang karena menurutnya, dalil poligami sangat jelas. Ia pun berharap, fatwa Imam Abu Hanifah akan membuat istrinya mendukung keinginannya berpoligami.

“Silahkan engkau bicara, wahai amirul mukminin” Imam Abu Hanifah mempersilahkan Abu Ja’far.
“Wahai Abu Hanifah, berapa wanita yang halal dinikahi, dipoligami?” Ia langsung pada pertanyaan inti, berharap memperoleh jawaban kunci dari masalahnya.
“Empat” jawab Imam Abu Hanifah.
“Apakah boleh seseorang mengatakan hal yang tidak sesuai dengan itu?”
“Tidak.”

“Apakah kamu mendengar jawaban itu, wahai istriku?” kata Abu Ja’far sambil memandang istrinya dengan wajah suka ria.

“Allah menghalalkan hukum (poligami) ini hanya untuk orang-orang yang adil, wahai amirul mukminin,” sergah Imam Abu Hanifah menjelaskan jawabannya, “Bagi mereka yang tidak adil atau takut berlaku tidak adil, maka seharusnya jangan beristri lebih dari satu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً

“Maka jika kamu takut (tak bisa berlaku adil), maka hendaklah (menikah dengan istri) satu saja” (QS. An Nisa’ : 3)

Mendengar jawaban ini, Abu Ja’far marah. Ia tak menyangka, fatwa yang diterimanya justru menghalanginya dari poligami. Ia memang mengetahui Imam Abu Hanifah adalah ulama yang tegas, tapi ia tak menyangka jika khalifah seperti dirinya pun tak mampu mempengaruhinya. Imam Abu Hanifah begitu berani terang-terangan menyatakan bahwa dirinya tidak adil padahal dirinya adalah seorang khalifah.




Tak menunggu lama, Abu Hanifah pun keluar dari ruang sidang. Berjalan dengan penuh wibawa.

Di luar, ia disambut dengan anak buah khalifah. Mereka membawa harta, perhiasan, bahkan hewan tunggangan untuk Imam Abu Hanifah. “Ini hadiah dari khalifah Abu Ja’far” kata mereka kepada Imam Abu Hanifah. Dengan tegas sang imam menolak, “Aku tidak akan menjual agama. Aku tidak akan menjual ayat-ayat Allah. Aku tidak mau fatwaku dipengaruhi dengan hadiah dan pemberian.”

Demikianlah potret ulama kita. Ulama yang benar-benar ulama. Ulama sejati seperti firman Allah

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya adalah ulama”
(QS. Fathir: 28).

Inilah ulama sejati. Ia hanya takut kepada Allah. Ia hanya mencari keridhaan Allah. Ia tak takut kepada penguasa, dan tak menghiraukan pujian mereka. Ia juga tak goyah oleh godaan dunia yang disuguhkan kepadanya.

Sang Khalifah saja merasa ragu untuk poligami, apalagi kita....

sumber: [Kisahikmah.com]

Kamis, 06 November 2014

Alasan Nama Suami Dilarang Disematkan pada Nama Istri

Kalau wanita muslimah setelah menikah, lalu menisbatkan namanya dengan nama suaminya. Misalkan: Maryani menikah dengan Amiruddin, kemudian sang istri memakai nama suaminya sehingga namanya menjadi Maryani Amiruddin.

Bagaimana hukum Islam mengenai perihal penamaan ini?

Dalam ajaran Islam, hukum penamaan adalah hal yang penting. Setiap pria ataupun perempuan hanya diperbolehkan menambahkan “nama ayahnya” saja di belakang nama dirinya dan mengharamkan menambahkan nama lelaki lain selain ayahnya di belakang namanya.

Meskipun nama tersebut adalah nama suaminya. Karena dalam Islam, nama lelaki di belakang nama seseorang berarti keturunan atau anak dari lelaki tersebut.

Sehingga, tempat tersebut hanya boleh untuk tempat nama ayah kandungnya sebagai penghormatan anak terhadap orang tua kandungnya.

Berbeda dengan budaya barat, seperti istrinya Bill Clinton: Hillary Clinton yang nama aslinya Hillary Diane Rodham; istrinya Barrack Obama: Michelle Obama yang nama aslinya Michelle LaVaughn Robinson, dan lain-lain.

Hadist mengenai perihal penamaan ini sangat shahih. Rasulullah SAW bersabda,
"Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah."
(HR. Muslim dlm al-Hajj (3327) dan Tirmidzi).

sumber: islampos.com

Rabu, 05 November 2014

Kepala Abu Lahab Dipukul Pentungan oleh Wanita

Mendengar teriakan itu, Abu Lahab bangkit.

Dengan diliputi rasa marah, ia lantas menghampiri Abu Rafi’ lalu memukulnya secara keras. Sontak saja melihat budaknya dipukul, Ummu Fadl menjadi lupa terhadap langkah untuk menyembunyikan keIslamannya. Wanita mulia ini kemudian mencabut sebuah tiang yang ada di rumahnya dan lewat jiwa pemberani langsung menghajar kepala Abu Lahab lalu berkata, ”Beraninya kamu memukul Abu Rafi`saat tidak ada majikannya”.

Apa yang terjadi?

Kepala Abu Lahab bonyok bukan kepalang. Rambutnya dibanjiri kucuran darah dari pentungan yang dilayangkan Ummu Fadl. Abu lahab pun kemudian meninggalkan rumah saudaranya, Al-Abbas. Berselang tujuh malam, luka tersebut semakin parah dan bekas pukulan itu menembus sampai otak hingga menyebabkan pembusukan.

Orang-orang di sekitar pun mulai menjauhinya. Para warga mencium bau tidak sedap yang keluar dari luka Abu Lahab. Mereka juga khawatir luka Abu Lahab dapat menular menimpa mereka.

Abu Lahab pun akhirnya hidup sendiri.

Ia mengerang pedih tanpa ada yang membantu. Istrinya, Ummu Jamil (hammalatul hathab) yang seharusnya berada di sampingnya, justru pergi bersama anak-anaknya menjauhi sang suami. Dan naas, tak lama kemudian Abu Lahab benar-benar tewas.




Selama tiga hari, jasad Abu Lahab dibiarkan tergeletak tanpa ada yang bersedia menguburkan. Para warga tidak berani mendekati jasadnya. Akhirnya karena bau busuk yang kian menjadi, maka digali juga sebuah lubang kubur bagi Abu Lahab. Bangkai Abu Lahab didorong-dorong dengan sebilah kayu sampai masuk lubang.

Tidak hanya itu, prosesi penguburan pun berlangsung secara mengenaskan. Dari jauh warga melempari kuburan Abu Lahab dengan batu hingga mereka yakin betul jasadnya telah tertutup rapat. Ya sebuah tragedi kematian yang lebih hina dari kematian seekor ayam sekalipun.

Itulah akhir hayat yang dialami oleh manusia yang sombong kepada Allah dan menolak risalah NabiNya shallaallahu alaihi wa sallam.

sumber: islampos.com

Selasa, 04 November 2014

8 Perhiasan kepada Delapan Perkara

Saudaraku,

Terdapat delapan perkara yang menjadi perhiasan kepada delapan perkara,

1. Menjaga perkara yang haram adalah perhiasan kepada fakir.

2. Syukur perhiasan kepada nikmat.

3. Sabar perhiasan kepada bala.

4. Tawaduk perhiasan kepada kemuliaan.

5. Berlemah lembut perhiasan kepada ilmu.

6. Merendah diri perhiasan kepada orang yang bercakap.

7. Meninggalkan riya perhiasan kepada kebaikan.

8. Khusyuk perhiasan kepada Sholat.

Saudaraku,

Janganlah engkau ujub dengan perhiasan dunia. Karena sesungguhnya Allah memurkainya hingga engkau menceraikan perhiasan itu.

sumber: islampos.com

Sabtu, 01 November 2014

Bolehkah Berpuasa Pada Hari ‘Asyura Saja?

Bolehkah Berpuasa Pada Hari ‘Asyura Saja?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaah dalam al-Fatawa al-Kubra Juz ke IV berkata, “Puasa hari ‘Asyura menjadi kafarah (penghapus) dosa selama satu tahun dan tidak dimakruhkan berpuasa pada hari itu saja.” Sedangkan Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfah al-Muhtaj menyimpulkan bahwa tidak apa-apa berpuasa pada hari itu saja.

sumber: voa-islam.com

3 Hikmah Puasa Hari Tasu’a

Apa Hikmah Berpuasa Hari Tasu’a?

Imam al-Nawawi rahimahullaah menyebutkan tentang tiga hikmah dianjurkannya shiyam hari Tasu’a: Pertama, maksud disyariatkan puasa Tasu’a untuk menyelesihi orang Yahudi yang berpuasa hanya pada hari ke sepuluh saja.

Kedua, maksudnya adalah untuk menyambung puasa hari ‘Asyura dengan puasa di hari lainnya, sebagaimana dilarang berpuasa pada hari Jum’at saja.Pendapat ini disebutkan oleh al-Khathabi dan ulama-ulama lainnya.

Ketiga, untuk kehati-hatian dalam pelaksanaan puasa ‘Asyura, dikhawatirkan hilal berkurang sehingga terjadi kesalahan dalam menetapkan hitungan, hari ke Sembilan dalam penanggalan sebenarnya sudah hari kesepuluh.

Dan alasan yang paling kuat disunnahkannya puasa hari Tasu’a adalah alasan pertama, yaitu untuk menyelisihi ahli kitab. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullaah dalam al Fatawa al-Kubra berkata, “Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam melarang bertasyabbuh dengan ahli kitab dalam banyak hadits. Seperti sabda beliau tentang puasa ‘Asyura,




لَئِنْ عِشْتُ إلَى قَابِلٍ لاَصُومَنَّ التَّاسِعَ

“Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan.” (HR. Muslim)

Ibnu Hajar rahimahullaah dalam catatan beliau terhadap hadits, “Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan”, Keinginan beliau untuk berpuasa pada hari kesembilan dibawa maknanya agar tidak membatasi pada hari itu saja. Tapi menggabungkannya dengan hari ke sepuluh, baik sebagai bentuk kehati-hatian ataupun untuk menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Dan ini merupakan pendapat yang terkuat dan yang disebutkan oleh sebagian riwayat Muslim.”

sumber: voa-islam.com

Mari Mengenal Puasa Tasu’a dan 'Asyura

Puasa Tasu’a dan ‘Asyura

Pada umumnya dianjurkan untuk memperbanyak puasa pada bulan Muharram ini. Hanya saja perhatian khusus Syariat tertuju pada satu hari, yaitu hari ‘Asyura. Berpuasa pada hari tersebut bisa menghapuskan dosa setahun yang lalu.


Rasulullah SAW bersabda,

وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

"Puasa hari 'Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu." (HR. Muslim no. 1975).

sumber: voa-islam.com