Hukum Aqiqah adalah sunnah muakad. Aqiqah bagi anak laki-laki adalah dengan 2 ekor kambing sedangkan bagi wanita dengan seekor kambing.
Apabila mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan.
Rasulullah SAW melakukan aqiqah kepada Hasan dan Husein, cucu Nabi ketika bayi berusia 7 hari, usia 14 hari dan 40 hari. Namun, aqiqah tidak ada ketentuan yang jelas (kemampuan), sepanjang hidupnya jika sudah mampu maka aqiqah adalah sunnah. Namun jika orang tua tidak mampu secara ekonomi, maka aqiqah boleh dicampur, karena hukumnya sunnah.
Allah SWT berfirman dalm Surat At-Taghaabun ayat 16,
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لأنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya:
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu dan Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung."
Ayat di atas menjelaskan bahwa aqiqah dianjurkan sebagai kewajiban dan tebusan orang tua. Dalam hal ini yang lebih wajib memberikan aqiqah adalah ayah, bukan ibu atau anak. Sehingga ayahlah yang memiliki tanggung jawab besar terhadap aqiqah anaknya.
Untuk Pembagian.
Untuk pembagian daging aqiqah, Islam menganjurkan bahwa daging tersebut berhak dimakan oleh keluarga 2/3 dan selebihnya dibagikan kepada tetangga, fakir miskin dan kaum dhuafa termasuk anak yatim piatu.
Dalam ajaran aqiqah dianjurkan untuk melakukan syukuran aqiqah atau walimah anak yang tujuannya untuk memberitahu kepada tetangga bahwa anak sudah di aqiqah. Namun, jika hidup di kota besar, biasanya aqiqah cukup diserahkan kepada panti asuhan, karena kompleknya kehidupan kota dan tidak memungkinkan untuk melakukan syukuran aqiqah.
Artikel keren lainnya: