Bagi siapa yang sudah berniat berkurban untuk tidak mencukur rambutnya atau memotong kukunya sejak memasuki awal Dzulhijjah sehingga dia menyembelih hewan kurbannya. Berarti hari ini dan besok (jika umur bulan 29 hari) adalah kesempatan terakhir untuk mencukur rambut dan memotong kuku.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallaahu 'Anhu, Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِه
“Apabila kalian melihat hilal Dzilhijjah dan salah seorang kalian ingin berkurban, maka hendaknya dia menahan rambut dan kuku-kukunya (yakni tidak memotongnya,- red).” (HR. Muslim)
Dalam redaksi lain,
فَإِذَا أُهِلَّ هِلَالُ ذِي الْحِجَّةِ فَلَا يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ
“Apabila sudah nampak hilal Dzulhijjah maka janganlah ia mengambil (mencukur) dari rambut dan kukunya sedikitpun sehingga ia menyembelih hewan kurbannya.” (HR. Muslim)
Imam Muslim meletakkan dua hadits di atas di bawah bab:
بَاب نَهْيِ مَنْ دَخَلَ عَلَيْهِ عَشْرُ ذِي الْحِجَّةِ وَهُوَ مُرِيدُ التَّضْحِيَةِ أَنْ يَأْخُذَ مِنْ شَعْرِهِ أَوْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا
“Bab larangan bagi orang yang sudah berada di Dzulhijjah dan ia ingin berkurban memotong dari rambut dan kukunya sedikitpun.” Hal ini menunjukkan bahwa jika sudah masuk sepuluh hari pertama Dzulhijjah dan seseorang sudah ada niatan berkurban, dia dilarang mengambil sedikitpun dari rambut, kuku, dan kulit luarnya sampai dia menyembelih hewan kurbannya. Dan jika dia memiliki beberapa hewan kurban, maka larangan ini gugur setelah melakukan penyembelihan yang pertama (Ahadits ‘Asyr Dzilhijjah wa Ayyama Tasyriq, Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan, hal. 5).
wallahu a'lam...
sumber voa-islam.com
Senin, 29 September 2014
Minggu, 28 September 2014
Kisah Cinta Fatimah dan Ali
Ada rahasia terdalam di hati Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah.
Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.
Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn 'Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka'bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!
Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu
"Allah mengujiku rupanya", begitu batin Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti 'Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara 'Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; 'Utsman, 'Abdurrahman ibn 'Auf, Thalhah, Zubair, Sa'd ibn Abi Waqqash, Mush'ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti 'Ali.
Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, 'Abdullah ibn Mas'ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan 'Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
'Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. "Inilah persaudaraan dan cinta", gumam 'Ali.
"Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku."
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.
'Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. 'Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah 'Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya 'Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, 'Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, "Aku datang bersama Abu Bakar dan 'Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan 'Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan 'Umar.."
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana 'Umar melakukannya. 'Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.
'Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka'bah. "Wahai Quraisy", katanya. "Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang 'Umar di balik bukit ini!" 'Umar adalah lelaki pemberani. 'Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. 'Umar jauh lebih layak. Dan 'Ali ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti
Ia mengambil kesempatan
Itulah keberanian
Atau mempersilakan
Yang ini pengorbanan
Maka 'Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran 'Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti 'Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi'kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya 'Abdurrahman ibn 'Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa'd ibn Mu'adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn 'Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
"Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?", kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. "Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. "
"Aku?", tanyanya tak yakin.
"Ya. Engkau wahai saudaraku!"
"Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?"
"Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!"
'Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
"Engkau pemuda sejati wahai 'Ali!", begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, "Ahlan wa sahlan!" Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
"Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?"
"Entahlah.."
"Apa maksudmu?"
"Menurut kalian apakah 'Ahlan wa Sahlan' berarti sebuah jawaban!"
"Dasar tolol! Tolol!", kata mereka,
"Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !"
Dan 'Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, 'Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
'Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, "Laa fatan illa 'Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!" Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti 'Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.
Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada 'Ali, "Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda"
'Ali terkejut dan berkata, "kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?"
Sambil tersenyum Fathimah berkata, "Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu" ini merupakan sisi ROMANTIS dari hubungan mereka berdua.
Kemudian Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut."
Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:
"Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak." (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4)
Kisah Romantis ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah
chapter aslinya berjudul "Mencintai sejantan 'Ali"
sumber: Cerita motivasi dan inspirasi
editor: -
Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.
Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn 'Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka'bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!
Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu
"Allah mengujiku rupanya", begitu batin Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti 'Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara 'Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; 'Utsman, 'Abdurrahman ibn 'Auf, Thalhah, Zubair, Sa'd ibn Abi Waqqash, Mush'ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti 'Ali.
Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, 'Abdullah ibn Mas'ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan 'Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
'Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. "Inilah persaudaraan dan cinta", gumam 'Ali.
"Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku."
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.
'Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. 'Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah 'Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya 'Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, 'Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, "Aku datang bersama Abu Bakar dan 'Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan 'Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan 'Umar.."
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana 'Umar melakukannya. 'Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.
'Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka'bah. "Wahai Quraisy", katanya. "Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang 'Umar di balik bukit ini!" 'Umar adalah lelaki pemberani. 'Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. 'Umar jauh lebih layak. Dan 'Ali ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti
Ia mengambil kesempatan
Itulah keberanian
Atau mempersilakan
Yang ini pengorbanan
Maka 'Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran 'Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti 'Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi'kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya 'Abdurrahman ibn 'Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa'd ibn Mu'adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn 'Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
"Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?", kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. "Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. "
"Aku?", tanyanya tak yakin.
"Ya. Engkau wahai saudaraku!"
"Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?"
"Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!"
'Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
"Engkau pemuda sejati wahai 'Ali!", begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, "Ahlan wa sahlan!" Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
"Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?"
"Entahlah.."
"Apa maksudmu?"
"Menurut kalian apakah 'Ahlan wa Sahlan' berarti sebuah jawaban!"
"Dasar tolol! Tolol!", kata mereka,
"Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !"
Dan 'Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, 'Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
'Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, "Laa fatan illa 'Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!" Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti 'Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.
Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada 'Ali, "Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda"
'Ali terkejut dan berkata, "kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?"
Sambil tersenyum Fathimah berkata, "Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu" ini merupakan sisi ROMANTIS dari hubungan mereka berdua.
Kemudian Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut."
Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:
"Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak." (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4)
Kisah Romantis ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah
chapter aslinya berjudul "Mencintai sejantan 'Ali"
sumber: Cerita motivasi dan inspirasi
editor: -
Jumat, 26 September 2014
3 Perkara Sambut Bulan Dzulhijjah
Menyambut musim ketaatan 10 hari pertama dari bulan Dzulhijjah hendaknya kita memperhatikan beberapa kiat-kiat berikut ini:
1. Taubat yang tulus
Seorang muslim menyambut musim ketaatan dengan taubat yang tulus dan tekad yang kuat untuk kembali kepada Allah dengan mengerjakan ketaatan-ketaatan. Melaluinya, diharapkan dia akan mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat.
Allah Ta'ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS. An-Nuur: 31).
Siapa yang mengisi setiap waktunya dengan ketaatan, maka saat datang waktu-waktu istimewa dirinya mampu mengisinya dengan amal-amal kebaikan yang lebih. Karena balasan terbaik dari ketaatan adalah diberi tambahan hidayah untuk mengetahui kebenaran dan mengamalkannya. Allah Ta'ala befirman,
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan." (QS. Yunus: 9)
Perpaduan antara iman dengan konsekuaensi dan tuntutannya, berupa amal shalih, -yang mancakup amal dzahir dan batin- yang dikerjakan dengan ikhlash dan mutaba'ah (mengikuti sunnah) akan menjadi sebab datangnya hidayah, "mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya". Maksudnya: Dengan adanya iman yang benar dalam diri mereka tersebut, Allah membalas dengan pahala teragung untuk mereka, yaitu hidayah. Sehingga Allah mengajarkan kepada mereka apa saja yang berguna untuk mereka dan menganugerahkan amal-amal shalih yang menetas dari hidayah itu. (Disarikan dari Tafsir Taisir al-karim al-Rahman, milik Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa'di)
2. Tekad kuat untuk memanfaatkan hari-hari ini
Seorang muslim sepantasnya bersemangat memanfaatkan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dengan perkataan mulia dan amal-amal shalih. Dan siapa yang bertekad melaksanakan kebaikan, Allah pasti membantunya dan menyiapkan sebab-sebab yang memudahkannya untuk menyempurnakannya. Dan siapa yang membenarkan janji Allah, maka Allah akan membantunya untuk merealisasikannya.
Allah Ta'ala berfirman.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Ankabut: 69)
3. Menjauhi perbuatan maksiat
Kalau ketaatan adalah jalan mendekatkan diri kepada Allah, maka sebaliknya, maksiat merupakan jalan yang menjauhkan seseorang dari Allah dan rahmat-Nya. Terkadang seseorang tidak mendapatkan rahmat Allah disebabkan dosa yang dikerjakannya. Jika Anda berharap diampuni dosa dan diselamatkan dari Neraka maka jauhilah perbuatan maksiat, khusunya pada hari-hari ini. Dan siapa yang memahami apa yang dicarinya maka dia akan mudah berkorban untuknya.
Semoga kita tergolong sebagai hamba-hamba Allah yang bisa kontinyu dan istiqamah dalam beribadah kepadaNya. Memanfaatkan setiap kesempatan yang telah disediakan untuk memanen pahala. Sehingga kita datang kepada Allah dengan membawa bekal yang cukup dan memiliki modal yang memadai untuk memasuki surga-Nya yang Mahaindah dan menyenangkan.
sumber: voa-islam.com
1. Taubat yang tulus
Seorang muslim menyambut musim ketaatan dengan taubat yang tulus dan tekad yang kuat untuk kembali kepada Allah dengan mengerjakan ketaatan-ketaatan. Melaluinya, diharapkan dia akan mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat.
Allah Ta'ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS. An-Nuur: 31).
Siapa yang mengisi setiap waktunya dengan ketaatan, maka saat datang waktu-waktu istimewa dirinya mampu mengisinya dengan amal-amal kebaikan yang lebih. Karena balasan terbaik dari ketaatan adalah diberi tambahan hidayah untuk mengetahui kebenaran dan mengamalkannya. Allah Ta'ala befirman,
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan." (QS. Yunus: 9)
Perpaduan antara iman dengan konsekuaensi dan tuntutannya, berupa amal shalih, -yang mancakup amal dzahir dan batin- yang dikerjakan dengan ikhlash dan mutaba'ah (mengikuti sunnah) akan menjadi sebab datangnya hidayah, "mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya". Maksudnya: Dengan adanya iman yang benar dalam diri mereka tersebut, Allah membalas dengan pahala teragung untuk mereka, yaitu hidayah. Sehingga Allah mengajarkan kepada mereka apa saja yang berguna untuk mereka dan menganugerahkan amal-amal shalih yang menetas dari hidayah itu. (Disarikan dari Tafsir Taisir al-karim al-Rahman, milik Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa'di)
2. Tekad kuat untuk memanfaatkan hari-hari ini
Seorang muslim sepantasnya bersemangat memanfaatkan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dengan perkataan mulia dan amal-amal shalih. Dan siapa yang bertekad melaksanakan kebaikan, Allah pasti membantunya dan menyiapkan sebab-sebab yang memudahkannya untuk menyempurnakannya. Dan siapa yang membenarkan janji Allah, maka Allah akan membantunya untuk merealisasikannya.
Allah Ta'ala berfirman.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Ankabut: 69)
3. Menjauhi perbuatan maksiat
Kalau ketaatan adalah jalan mendekatkan diri kepada Allah, maka sebaliknya, maksiat merupakan jalan yang menjauhkan seseorang dari Allah dan rahmat-Nya. Terkadang seseorang tidak mendapatkan rahmat Allah disebabkan dosa yang dikerjakannya. Jika Anda berharap diampuni dosa dan diselamatkan dari Neraka maka jauhilah perbuatan maksiat, khusunya pada hari-hari ini. Dan siapa yang memahami apa yang dicarinya maka dia akan mudah berkorban untuknya.
Semoga kita tergolong sebagai hamba-hamba Allah yang bisa kontinyu dan istiqamah dalam beribadah kepadaNya. Memanfaatkan setiap kesempatan yang telah disediakan untuk memanen pahala. Sehingga kita datang kepada Allah dengan membawa bekal yang cukup dan memiliki modal yang memadai untuk memasuki surga-Nya yang Mahaindah dan menyenangkan.
sumber: voa-islam.com
Sabtu, 20 September 2014
6 Adab Memotong Kuku dalam Islam
Setiap perbuatan selalu ada aturan main dalam Islam, tidak asal saja dan itulah indahnya Islam yang saya rasakan.
MUNGKIN diantara kita atau kebanyakan kita, ketika memotong kuku asal-asalan—mulai dari tangan kiri atau kanan, pokoknya tak beraturan. Walaupun ia dilihat hanya perkara kecil, namun kadang-kadang ia adalah perkara besar.
Dalam beberapa perkara hukum Islam, kuku tidak seharusnya diabaikan oleh umat Islam. Misalnya ketika seorang dalam keadaan ihram haji atau umrah didenda membayar dam karena memotong kukunya. Demikian juga kuku bisa menyebabkan tidak sah-nya wudhu atau mandi junub, jika air tidak atau terhalang sampai ke kuku.
Beberapa permasalahan lainnya, yang berhubungan dengan kuku dari segi hukum, hikmah memotong kuku, memanjangkan dan mewarnanya akan dibincangkan dalam bahasan kali ini.
1. Hukum Dan Hikmah Memotong Kuku
Memotong kuku adalah amalan sunah. Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha: “Sepuluh perkara yang termasuk fitrah (sunnah): memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, memasukkan air ke hidung, memotong kuku, membasuh sendi-sendi, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu ari-ari, bersuci dengan air (beristinja), berkata Zakaria: “berkata Mus’ab: “Aku lupa yang kesepuluh kecuali berkumur.”
Sekali lagi ini adalah bentuk menghilangkan segala kotoran yang melekat di celah kuku, apalagi jika kuku dibiarkan panjang.
2. Cara Dan Benda Untuk Memotong Kuku
Menurut Imam an-Nawawi, sunah memotong kuku bermula jari tangan kanan keseluruhannya dan dimulai dari jari kelingking lalu sampai pada ibu jari, kemudian tangan kiri dari jari kelingking ke ibu jari.
Sementara alat untuk memotong kukunya dapat menggunakan gunting, pisau atau benda khas yang tidak menyebabkan mudharat pada kuku atau jari seperti alat pemotong kuku.
Setelah selesai memotong kuku, sebaiknya segera membasuh tangan dengan air. Ini karena jika seseorang itu menggaruk anggota badan, dikahawatirkan akan menyebabkan penyakit kusta.
Menurut kitab al-Fatawa al-Hindiyah dalam mazhab Hanafi bahawa makruh memotong kuku dengan menggunakan gigi juga akan menyebabkan penyakit kusta.
3. Waktu Memotong Kuku
Sebagaimana diriwayatkan daripada Anas bin Malik:
“Telah ditentukan waktu kepada kami memotong kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu ari-ari agar kami tidak membiarkannya lebih daripada empat puluh malam.”
“Adapun menurut Imam asy-Syafi’e dan ulama-ulama asy-Syafi’eyah, sunah memotong kuku itu sebelum mengerjakan sembahyang Juma’at, sebagaimana disunatkan mandi, bersiwak, memakai wewangian, berpakaian rapi sebelum pergi ke masjid untuk mengerjakan shalat Juma’at,” (Hadis riwayat Muslim)
4. Menanam Potongan Kuku
Sebagaimana disebutkan dalam kitab Fath al-Bari, bahawa Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘anhu menanam potongan kuku.
5. Memotong Kuku Ketika Haid, Nifas Dan Junub
Menurut kitab Al-Ihya’, jika seseorang dalam keadaan junub atau berhadas besar, janganlah dia memotong rambut, kuku atau memotong sesuatu yang jelas daripada badannya sebelum dia mandi junub. Karena segala potongan itu di akhirat kelak akan kembali kepadanya dengan keadaan junub.
6. Memanjangkan Kuku Dan Mewarnainya ( Cutex)
Tabiat memanjangkan kuku dan membiarkannya tanpa dipotong adalah perbuatan yang bertentangan dengan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihhi wasallam, karena beliau menggalakkan supaya memotong kuku. Jika dibiarkan kuku itu panjang, niscaya banyak perkara-perkara yang membabitkan hukum seperti wudhu, mandi wajib dan sebagainya.
Adapun dalam hal mewarnai kuku (cutex), perempuan yang bersuami adalah haram mewarnai kuku jika suaminya tidak mengizinkan. Sementara perempuan yang tidak bersuami pula, haram baginya mewarnai kuku. Demikian juga jika pewarna itu diperbuat dari benda najis karena akan menghalang daripada masuknya air saat berwudhu.
sumber: indahislam, islampos.com
MUNGKIN diantara kita atau kebanyakan kita, ketika memotong kuku asal-asalan—mulai dari tangan kiri atau kanan, pokoknya tak beraturan. Walaupun ia dilihat hanya perkara kecil, namun kadang-kadang ia adalah perkara besar.
Dalam beberapa perkara hukum Islam, kuku tidak seharusnya diabaikan oleh umat Islam. Misalnya ketika seorang dalam keadaan ihram haji atau umrah didenda membayar dam karena memotong kukunya. Demikian juga kuku bisa menyebabkan tidak sah-nya wudhu atau mandi junub, jika air tidak atau terhalang sampai ke kuku.
Beberapa permasalahan lainnya, yang berhubungan dengan kuku dari segi hukum, hikmah memotong kuku, memanjangkan dan mewarnanya akan dibincangkan dalam bahasan kali ini.
6 Adab Memotong Kuku dalam Islam
1. Hukum Dan Hikmah Memotong Kuku
Memotong kuku adalah amalan sunah. Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha: “Sepuluh perkara yang termasuk fitrah (sunnah): memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, memasukkan air ke hidung, memotong kuku, membasuh sendi-sendi, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu ari-ari, bersuci dengan air (beristinja), berkata Zakaria: “berkata Mus’ab: “Aku lupa yang kesepuluh kecuali berkumur.”
Sekali lagi ini adalah bentuk menghilangkan segala kotoran yang melekat di celah kuku, apalagi jika kuku dibiarkan panjang.
2. Cara Dan Benda Untuk Memotong Kuku
Menurut Imam an-Nawawi, sunah memotong kuku bermula jari tangan kanan keseluruhannya dan dimulai dari jari kelingking lalu sampai pada ibu jari, kemudian tangan kiri dari jari kelingking ke ibu jari.
Sementara alat untuk memotong kukunya dapat menggunakan gunting, pisau atau benda khas yang tidak menyebabkan mudharat pada kuku atau jari seperti alat pemotong kuku.
Setelah selesai memotong kuku, sebaiknya segera membasuh tangan dengan air. Ini karena jika seseorang itu menggaruk anggota badan, dikahawatirkan akan menyebabkan penyakit kusta.
Menurut kitab al-Fatawa al-Hindiyah dalam mazhab Hanafi bahawa makruh memotong kuku dengan menggunakan gigi juga akan menyebabkan penyakit kusta.
3. Waktu Memotong Kuku
Sebagaimana diriwayatkan daripada Anas bin Malik:
“Telah ditentukan waktu kepada kami memotong kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu ari-ari agar kami tidak membiarkannya lebih daripada empat puluh malam.”
“Adapun menurut Imam asy-Syafi’e dan ulama-ulama asy-Syafi’eyah, sunah memotong kuku itu sebelum mengerjakan sembahyang Juma’at, sebagaimana disunatkan mandi, bersiwak, memakai wewangian, berpakaian rapi sebelum pergi ke masjid untuk mengerjakan shalat Juma’at,” (Hadis riwayat Muslim)
4. Menanam Potongan Kuku
Sebagaimana disebutkan dalam kitab Fath al-Bari, bahawa Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘anhu menanam potongan kuku.
5. Memotong Kuku Ketika Haid, Nifas Dan Junub
Menurut kitab Al-Ihya’, jika seseorang dalam keadaan junub atau berhadas besar, janganlah dia memotong rambut, kuku atau memotong sesuatu yang jelas daripada badannya sebelum dia mandi junub. Karena segala potongan itu di akhirat kelak akan kembali kepadanya dengan keadaan junub.
6. Memanjangkan Kuku Dan Mewarnainya ( Cutex)
Tabiat memanjangkan kuku dan membiarkannya tanpa dipotong adalah perbuatan yang bertentangan dengan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihhi wasallam, karena beliau menggalakkan supaya memotong kuku. Jika dibiarkan kuku itu panjang, niscaya banyak perkara-perkara yang membabitkan hukum seperti wudhu, mandi wajib dan sebagainya.
Adapun dalam hal mewarnai kuku (cutex), perempuan yang bersuami adalah haram mewarnai kuku jika suaminya tidak mengizinkan. Sementara perempuan yang tidak bersuami pula, haram baginya mewarnai kuku. Demikian juga jika pewarna itu diperbuat dari benda najis karena akan menghalang daripada masuknya air saat berwudhu.
sumber: indahislam, islampos.com
Selasa, 16 September 2014
5 Kiat Atur Waktu agar Ideal Dalam Islam
Waktu adalah uang dan waktu tidak bisa berbalik mundur. Karenanya sekali berbuat keliru dengan waktu yang telah kita lalui maka rasa penyesalan akan datang menghampiri.
Pernahkah kalian merasa tiba-tiba saja kita merasa sudah maghrib lagi. Tiba-tiba saja sudah siang. Dan begitu seterusnya. Waktu berjalan cepat, sementara ada beberapa agenda yang ternyata terlewat. Untuk itu penting kiranya sebuah jadwal untuk kegiatan kita. Apa saja yang perlu kita persiapkan ketika mengatur jadwal?
1. Jujur.
Mulailah dengan mengatakan kebenaran. Jika Anda merasa belum tepat waktu, tampaknya Anda belum bisa jujur pada orang lain dan diri Anda sendiri tentang berapa waktu yang Anda butuhkan dan berapa waktu sebenarnya yang Anda butuhkan untuk menyelesaikan tugas.
2. Beri Waktu Tambahan .
Berikan waktu lebih banyak daripada yang Anda perkirakan sebelumnya untuk menyelesaikan sebuah rencana. Contohnya, jika Anda pikir Anda butuh waktu satu jam untuk pulang ke rumah, maka beri diri Anda waktu satu jam dua puluh menit. Memberi Anda sebuah “tambahan waktu” dapat membantu melatih kembali otak Anda sehingga memperkirakan waktu akan menjadi suatu hal yang alamiah. Hal itu juga sebagai antisipasi apabila terjebak macet.
3. Taati Jadwal.
Hal ini tampaknya terdengar sederhana, namun secara harfiah merencanakan waktu secara tepat dapat membuat Anda bisa mengendalikan waktu. Tidak masalah jika Anda membuat kalender online atau menggunakan jadwal harian kuno, tapi berlatihlah sesuai batasannya.
4. Beri Konsekuensi.
Perkenalkan konsekuensi. Anda terus-menerus lupa untuk menjemput anak dari tempat penitipan, namun entah bagaimana Anda mampu tiba ke bandara satu jam lebih awal untuk mengejar pesawat. Kenapa? Karena ada konsekuensi tegas jika terlambat: Anda akan ketinggalan pesawat. Pada situasi di mana hukuman keras untuk keterlambatan tidak ada, beri diri Anda ganjaran untuk menjadi tepat waktu, seperti membayar sejumlah denda setiap menit keterlambatan Anda, dan mendonasikan dana tersebut untuk sedekah setiap akhir bulan.
5. Kerjakan yang Tertunda .
Luangkan waktu untuk selesaikan yang tertunda.
sumber: [yahoo], islampos.com
Pernahkah kalian merasa tiba-tiba saja kita merasa sudah maghrib lagi. Tiba-tiba saja sudah siang. Dan begitu seterusnya. Waktu berjalan cepat, sementara ada beberapa agenda yang ternyata terlewat. Untuk itu penting kiranya sebuah jadwal untuk kegiatan kita. Apa saja yang perlu kita persiapkan ketika mengatur jadwal?
5 Kiat Atur Waktu agar Ideal
1. Jujur.
Mulailah dengan mengatakan kebenaran. Jika Anda merasa belum tepat waktu, tampaknya Anda belum bisa jujur pada orang lain dan diri Anda sendiri tentang berapa waktu yang Anda butuhkan dan berapa waktu sebenarnya yang Anda butuhkan untuk menyelesaikan tugas.
2. Beri Waktu Tambahan .
Berikan waktu lebih banyak daripada yang Anda perkirakan sebelumnya untuk menyelesaikan sebuah rencana. Contohnya, jika Anda pikir Anda butuh waktu satu jam untuk pulang ke rumah, maka beri diri Anda waktu satu jam dua puluh menit. Memberi Anda sebuah “tambahan waktu” dapat membantu melatih kembali otak Anda sehingga memperkirakan waktu akan menjadi suatu hal yang alamiah. Hal itu juga sebagai antisipasi apabila terjebak macet.
3. Taati Jadwal.
Hal ini tampaknya terdengar sederhana, namun secara harfiah merencanakan waktu secara tepat dapat membuat Anda bisa mengendalikan waktu. Tidak masalah jika Anda membuat kalender online atau menggunakan jadwal harian kuno, tapi berlatihlah sesuai batasannya.
4. Beri Konsekuensi.
Perkenalkan konsekuensi. Anda terus-menerus lupa untuk menjemput anak dari tempat penitipan, namun entah bagaimana Anda mampu tiba ke bandara satu jam lebih awal untuk mengejar pesawat. Kenapa? Karena ada konsekuensi tegas jika terlambat: Anda akan ketinggalan pesawat. Pada situasi di mana hukuman keras untuk keterlambatan tidak ada, beri diri Anda ganjaran untuk menjadi tepat waktu, seperti membayar sejumlah denda setiap menit keterlambatan Anda, dan mendonasikan dana tersebut untuk sedekah setiap akhir bulan.
5. Kerjakan yang Tertunda .
Luangkan waktu untuk selesaikan yang tertunda.
sumber: [yahoo], islampos.com
Sabtu, 13 September 2014
7 Keutamaan Orang yang Mati Syahid
Lihatlah foto-foto di bawah ini, mereka telah tewas karena kebiadaban manusia, tapi kok bisa tersenyum terus hingga dikuburkan. Pastilah mereka melihat hal-hal yang menarik hingga merasa bahagia meskipun nyawa sudah tidak dikandung badan. Mereka tidak merasakan sama sekali sakitnya dibunuh atau pembunuhan. Aroma darahnya wangi tersebar ke seluruh orang di dekatnya.
Memang sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang, Islam terus ditegakkan. Penegakan Islam di muka bumi ini sering kali harus terjadi dengan cara-cara yang berdarah alias mati syahid. Salah satu yang paling kentara dalam sebuah tanda mati syahid adalah tiadanya polemik di semua kaum Muslimin.
Lihatlah, bagaimana pejuang Mujahiddin di Afgahnistan. Seberapa orang tidak suka dengan perjuangan dan cara kaum Mujahiddin, namun kaum Muslimin di seluruh dunia masih tetap mengakui bahwa mereka mati terhormat. Orang-orang yang mati syahid mendapatkan penghormatan dari seluruh dunia.
Allah SWT, dalam berbagai nash Al-Quran dan petikan hadist, sudah memberikan tujuh keutamaan kepada orang yang mati syahid seperti di bawah ini.
1. Bau darahnya seperti aroma misk
“Demi dzat yang jiwaku ditanganNya! Tidaklah seseorang dilukai dijalan Allah-dan Allah lebih tahu siapa yang dilukai dijalanNya-melainkan dia akan datang pada hari kiamat : berwarna merah darah sedangkan baunya bau misk,” (HR. Ahmad dan Muslim).
Dr. Abdullah Azzam menyampaikan, “Subhanallah! Sungguh kita telah menyaksikan hal ini pada kebanyakan orang yang mati syahid. Bau darahnya seperti aroma misk (minyak kasturi). Dan sungguh disakuku ada sepucuk surat-diatasnya ada tetesan darah Abdul wahid(Asy Syahid, insya Allah)- dan telah tinggal selama 2 bulan, sedangkan baunya wangi seperti misk.”
2. Tetesan darahnya merupakan salah satu tetesan yang paling dicintai Allah.
“Tidak ada sesuatu yang dicintai Allah dari pada dua macam tetesan atau dua macam bekas : tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang tertumpah dijalan Allah; dan adapun bekas itu adalah bekas (berjihad) dijalan Allah dan bekas penunaian kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah,” (HR. At Tirmidzi – hadits hasan).
3. Ingin dikembalikan lagi ke dunia (untuk syahid lagi)
4. Ditempatkan di surga firdaus yang tertinggi
5. Arwah Syuhada ditempatkan di tembolok burung hijau
6. Orang yang mati syahid itu hidup
7. Syahid itu tidak merasakan sakitnya pembunuhan
“Orang yang mati syahid itu tidak merasakan (kesakitan) pembunuhan kecuali sebagaiman seorang diantara kalian merasakan (sakitnya) cubitan.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i – hadits hasan)
Dan diriwayat yang shahih : “Orang yang mati syahid itu tidak mendapatkan sentuhan pembunuhan kecuali sebagaimana salah seorang diantara kalian mendapatkan cubitan yang dirasakannya.”
Dr. Abdullah Azzam menceritakan, ” Kami melihat hal ini pada saudara kami, Khalid al-kurdie dari Madinah al Munawwaroh ketika ranjau meledak mengenainya, sehingga terbang kakinya, terbelah perutnya, keluar ususnya dan terkena luka ringan pada tangan luarnya. Datanglah Dr. Shalih al-Laibie mengumpulkan ususnya dan mengembalikan kedalam perutnya seraya menangislah Dr. Shalih. Maka bertanyalah Khalid al-Kurdie kepadanya : ‘Mengapa engkau menangis, dokter? Ini adalah luka ringan pada tanganku.’ dan tinggalah dia berbincang-bincang dengan meraka selama 2 jam hingga akhirnya ia menjumpai Allah. Dia tidak merasakan bahwasanya kakinya telah terpotong dan perutnya terbuka.”
[sumber: ar-rahmah.com dan islampos.com]
Memang sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang, Islam terus ditegakkan. Penegakan Islam di muka bumi ini sering kali harus terjadi dengan cara-cara yang berdarah alias mati syahid. Salah satu yang paling kentara dalam sebuah tanda mati syahid adalah tiadanya polemik di semua kaum Muslimin.
Lihatlah, bagaimana pejuang Mujahiddin di Afgahnistan. Seberapa orang tidak suka dengan perjuangan dan cara kaum Mujahiddin, namun kaum Muslimin di seluruh dunia masih tetap mengakui bahwa mereka mati terhormat. Orang-orang yang mati syahid mendapatkan penghormatan dari seluruh dunia.
Allah SWT, dalam berbagai nash Al-Quran dan petikan hadist, sudah memberikan tujuh keutamaan kepada orang yang mati syahid seperti di bawah ini.
7 Keutamaan Orang yang Mati Syahid
1. Bau darahnya seperti aroma misk
“Demi dzat yang jiwaku ditanganNya! Tidaklah seseorang dilukai dijalan Allah-dan Allah lebih tahu siapa yang dilukai dijalanNya-melainkan dia akan datang pada hari kiamat : berwarna merah darah sedangkan baunya bau misk,” (HR. Ahmad dan Muslim).
Dr. Abdullah Azzam menyampaikan, “Subhanallah! Sungguh kita telah menyaksikan hal ini pada kebanyakan orang yang mati syahid. Bau darahnya seperti aroma misk (minyak kasturi). Dan sungguh disakuku ada sepucuk surat-diatasnya ada tetesan darah Abdul wahid(Asy Syahid, insya Allah)- dan telah tinggal selama 2 bulan, sedangkan baunya wangi seperti misk.”
2. Tetesan darahnya merupakan salah satu tetesan yang paling dicintai Allah.
“Tidak ada sesuatu yang dicintai Allah dari pada dua macam tetesan atau dua macam bekas : tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang tertumpah dijalan Allah; dan adapun bekas itu adalah bekas (berjihad) dijalan Allah dan bekas penunaian kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah,” (HR. At Tirmidzi – hadits hasan).
3. Ingin dikembalikan lagi ke dunia (untuk syahid lagi)
4. Ditempatkan di surga firdaus yang tertinggi
5. Arwah Syuhada ditempatkan di tembolok burung hijau
6. Orang yang mati syahid itu hidup
7. Syahid itu tidak merasakan sakitnya pembunuhan
“Orang yang mati syahid itu tidak merasakan (kesakitan) pembunuhan kecuali sebagaiman seorang diantara kalian merasakan (sakitnya) cubitan.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i – hadits hasan)
Dan diriwayat yang shahih : “Orang yang mati syahid itu tidak mendapatkan sentuhan pembunuhan kecuali sebagaimana salah seorang diantara kalian mendapatkan cubitan yang dirasakannya.”
Dr. Abdullah Azzam menceritakan, ” Kami melihat hal ini pada saudara kami, Khalid al-kurdie dari Madinah al Munawwaroh ketika ranjau meledak mengenainya, sehingga terbang kakinya, terbelah perutnya, keluar ususnya dan terkena luka ringan pada tangan luarnya. Datanglah Dr. Shalih al-Laibie mengumpulkan ususnya dan mengembalikan kedalam perutnya seraya menangislah Dr. Shalih. Maka bertanyalah Khalid al-Kurdie kepadanya : ‘Mengapa engkau menangis, dokter? Ini adalah luka ringan pada tanganku.’ dan tinggalah dia berbincang-bincang dengan meraka selama 2 jam hingga akhirnya ia menjumpai Allah. Dia tidak merasakan bahwasanya kakinya telah terpotong dan perutnya terbuka.”
[sumber: ar-rahmah.com dan islampos.com]
Jumat, 12 September 2014
5 Kelebihan Anak Perempuan Menurut Islam
Bersyukurlah kita yang mempunyai anak perempuan karena dalam Islam wanita adalah dimuliakan bahkan dilebihkan daripada anak laki-laki.
Pada usia batita, anak perempuan juga lebih pintar daripada anak laki-laki dalam meniru, misalnya berpura-pura mengasuh bayi. Namun kemampuan mereka dalam berperilaku yang tidak membutuhkan interaksi, seperti berpura-pura mengendara mobil atau menyiram tanaman, tidak berbeda dari anak laki-laki.
1. Tangan mereka lebih cekatan
Bayi perempuan mengungguli bayi laki-laki dalam melakukan tugas-tugas motorik halusnya, dan hal ini akan tetap mereka kuasai hingga memasuki kelompok bermain (preschool). Mereka lebih cepat dalam menguasai mainan, menggunakan peralatan makannya, bahkan mampu menulis lebih cepat (dan lebih rapi).
2. Mereka pendengar yang baik
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa anak perempuan lebih mampu membiasakan dengan suara manusia, dan tampaknya lebih peka terhadap suara manusia daripada suara benda-benda lain. Ketika mendengar sesuatu yang bergemerincing, anak perempuan dan laki-laki akan bereaksi dengan cara yang sama. Tetapi ketika Anda berbicara, bayi perempuan cenderung lebih merasa terikat. unikbaca.com
3. Mereka terampil membaca ekspresi emosional
Bayi perempuan lebih mampu menciptakan dan memelihara kontak mata, dan mereka tertarik pada wajah-wajah individual, khususnya wajah wanita. Mereka juga lebih terampil membaca ekspresi wajah. Jika Anda menunjukkan gambar wajah yang menakutkan, misalnya, mereka akan menatap Anda, atau menjadi sedih. Sebaliknya, mereka akan baik-baik saja jika melihat ekspresi yang bahagia. Sementara itu, anak laki-laki butuh waktu lebih lama untuk memerhatikan perbedaan antara kedua ekspresi ersebut, demikian menurut metaanalisa terhadap 26 studi mengenai kapasitas anak dalam mengenali ekspresi wajah.
4. Mereka lebih cepat berbicara
Kebiasaan mereka mengamati dan mendengarkan akhirnya membuahkan hasil yang memuaskan. Bayi perempuan menggunakan gerak tubuh seperti menunjuk atau melambaikan tangan lebih cepat daripada bayi laki-laki, dan mereka menguasai beberapa jenis permainan lebih awal. Anak perempuan memahami apa yang Anda katakan daripada anak laki-laki, mulai berbicara lebih awal (anak perempuan mulai berbicara sekitar usia 12 bulan, sedangkan anak laki-laki pada usia 13 hingga 14 bulan). Setelah itu, anak perempuan akan lebih cerewet hingga usia balita.
5. Anak perempuan akan mengurus orang tuanya kelak
Mereka tidak saja membuat Anda rajin membeli pakaian dan aksesori yang lucu-lucu untuk mendandaninya, tetapi juga lebih mampu memberi rasa aman terhadap orangtuanya. Tidak seperti anak laki-laki yang cenderung akan menghabiskan waktu senggangnya di luar rumah, anak perempuan lebih peduli untuk menemani orangtuanya di rumah. Ketika dewasa, anak perempuanlah yang umumnya lebih mampu mengurus orangtuanya yang sudah renta.
sumber: islampos.com
Anita Sethi, PhD, peneliti di Child and Family Policy Center di New York University, anak perempuan memiliki karakteristik lain yang tak kalah istimewa. Mereka lebih pintar meniru. Ketika usianya baru tiga jam, bayi perempuan sudah bisa meniru, sebagai awal dari caranya berinteraksi. Menurut sebuah studi, bayi perempuan yang baru lahir lebih mampu meniru gerakan-gerakan jari daripada bayi laki-laki.
"Barangsiapa yang diberi cobaan dengan anak perempuan kemudian ia berbuat baik pada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka."
(HR. Al-Bukhari no. 1418 dan Muslim no. 2629).
Kelebihan Anak Perempuan Dibanding Anak Laki-laki
Pada usia batita, anak perempuan juga lebih pintar daripada anak laki-laki dalam meniru, misalnya berpura-pura mengasuh bayi. Namun kemampuan mereka dalam berperilaku yang tidak membutuhkan interaksi, seperti berpura-pura mengendara mobil atau menyiram tanaman, tidak berbeda dari anak laki-laki.
1. Tangan mereka lebih cekatan
Bayi perempuan mengungguli bayi laki-laki dalam melakukan tugas-tugas motorik halusnya, dan hal ini akan tetap mereka kuasai hingga memasuki kelompok bermain (preschool). Mereka lebih cepat dalam menguasai mainan, menggunakan peralatan makannya, bahkan mampu menulis lebih cepat (dan lebih rapi).
2. Mereka pendengar yang baik
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa anak perempuan lebih mampu membiasakan dengan suara manusia, dan tampaknya lebih peka terhadap suara manusia daripada suara benda-benda lain. Ketika mendengar sesuatu yang bergemerincing, anak perempuan dan laki-laki akan bereaksi dengan cara yang sama. Tetapi ketika Anda berbicara, bayi perempuan cenderung lebih merasa terikat. unikbaca.com
3. Mereka terampil membaca ekspresi emosional
Bayi perempuan lebih mampu menciptakan dan memelihara kontak mata, dan mereka tertarik pada wajah-wajah individual, khususnya wajah wanita. Mereka juga lebih terampil membaca ekspresi wajah. Jika Anda menunjukkan gambar wajah yang menakutkan, misalnya, mereka akan menatap Anda, atau menjadi sedih. Sebaliknya, mereka akan baik-baik saja jika melihat ekspresi yang bahagia. Sementara itu, anak laki-laki butuh waktu lebih lama untuk memerhatikan perbedaan antara kedua ekspresi ersebut, demikian menurut metaanalisa terhadap 26 studi mengenai kapasitas anak dalam mengenali ekspresi wajah.
4. Mereka lebih cepat berbicara
Kebiasaan mereka mengamati dan mendengarkan akhirnya membuahkan hasil yang memuaskan. Bayi perempuan menggunakan gerak tubuh seperti menunjuk atau melambaikan tangan lebih cepat daripada bayi laki-laki, dan mereka menguasai beberapa jenis permainan lebih awal. Anak perempuan memahami apa yang Anda katakan daripada anak laki-laki, mulai berbicara lebih awal (anak perempuan mulai berbicara sekitar usia 12 bulan, sedangkan anak laki-laki pada usia 13 hingga 14 bulan). Setelah itu, anak perempuan akan lebih cerewet hingga usia balita.
5. Anak perempuan akan mengurus orang tuanya kelak
Mereka tidak saja membuat Anda rajin membeli pakaian dan aksesori yang lucu-lucu untuk mendandaninya, tetapi juga lebih mampu memberi rasa aman terhadap orangtuanya. Tidak seperti anak laki-laki yang cenderung akan menghabiskan waktu senggangnya di luar rumah, anak perempuan lebih peduli untuk menemani orangtuanya di rumah. Ketika dewasa, anak perempuanlah yang umumnya lebih mampu mengurus orangtuanya yang sudah renta.
sumber: islampos.com
Kamis, 11 September 2014
Orang Gemar Bermaksiat Kenapa Bisa Kaya Raya
ADA orang yang maksiatnya lancar tapi rezekinya juga lancar, bisnisnya sukses, pelitnya luar biasa. Bagaimana bisa?
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ: {سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لا يَعْلَمُونَ} [القلم: 44] ؛ قَالَ: كُلَّمَا أَحْدَثُوا خَطِيئَةً جددنا لهم نعمة وأنسيناهم الاسْتِغْفَارَ.
Ibnu Abbas menjelaskan firman Allah ‘Azza wajallah: “Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan dengan cara yang tidak mereka ketahui”, ia berkata: Setiap kali mereka melakukan satu kesalahan kami beri mereka nikmat yang baru dan kami lupakan mereka untuk beristighfar.
عن سفيانَ في قولِهِ {سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُون} [الأعراف: 182] قالَ: نُسبغُ عَليهم النِّعمةَ ونَمنَعُهم الشكرَ.
Sufyan ats Tsauriy menjelaskan firman Allah: “Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan dengan cara yang tidak mereka ketahui”, ia berkata: Kami karuniakan nikmat kepada mereka dan kami halangi mereka untuk bersyukur.
Kelancaran rezeki bukanlah standar sayangnya Allah kepada seseorang. Boleh jadi kelapangan hidup itu bentuk azab yang tidak disadari. Untuk apa banyak harta tapi batin merana, ancaman azab akhirat tidak dipedulikan. Kalaulah standar sayangnya Allah itu dengan kemewahan hidup dunia, Qarunlah orang yang paling disayangi Allah. Tapi akhirnya ia binasa ditelan bumi.
Juga sebaliknya, jangan mengira orang yang banyak ujian dan cobaan dalam hidup tanda ia dimurkai oleh Allah. Boleh jadi itu adalah musibah untuk menghapuskan dosa dan meninggikan derajatnya di surga nanti.
Penuntut ilmu juga begitu. Jangan mengira dapat nilai bagus dan selalu sukses adalah ukuran kasih sayang Allah kepadanya. Tapi lihatlah, bagaimana shalatnya, puasanya, bagaimana ketaatannya untuk tunduk pada aturan Allah, dan bagaimana usahanya untuk mengamalkan ilmunya.
Maka berhati-hatilah, kita sedang di posisi mana?
Standar sayang atau marahnya Allah itu adalah sejauh mana kita mampu taat kepada-Nya atau sedalam apa tenggelam dalam kemaksiatan.
[Sumber: Ustadz Fesbukers/Suryandi Temala Sip/islampos.com]
Jawabannya ada pada hadits berikut ini:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إذا رأيت الله يعطي العبد من الدنيا ما يحب وهو مقيم على معصيته ؛ فاعلم أنما ذلك منه استدراج ، ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ} [الأنعام: 44].
Dari ‘Uqbah bin Amir, dari Rasulullah SAW: “Apabila engkau melihat Allah mengaruniakan dunia kepada seorang hamba sesuai dengan yang ia inginkan, sementara ia tenggelam dalam kemaksiatan, maka ketahuilah itu hanya istidraj darinya”, kemudian Rasulullah SAW membaca firman: “ Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ: {سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لا يَعْلَمُونَ} [القلم: 44] ؛ قَالَ: كُلَّمَا أَحْدَثُوا خَطِيئَةً جددنا لهم نعمة وأنسيناهم الاسْتِغْفَارَ.
Ibnu Abbas menjelaskan firman Allah ‘Azza wajallah: “Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan dengan cara yang tidak mereka ketahui”, ia berkata: Setiap kali mereka melakukan satu kesalahan kami beri mereka nikmat yang baru dan kami lupakan mereka untuk beristighfar.
عن سفيانَ في قولِهِ {سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُون} [الأعراف: 182] قالَ: نُسبغُ عَليهم النِّعمةَ ونَمنَعُهم الشكرَ.
Sufyan ats Tsauriy menjelaskan firman Allah: “Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan dengan cara yang tidak mereka ketahui”, ia berkata: Kami karuniakan nikmat kepada mereka dan kami halangi mereka untuk bersyukur.
Kelancaran rezeki bukanlah standar sayangnya Allah kepada seseorang. Boleh jadi kelapangan hidup itu bentuk azab yang tidak disadari. Untuk apa banyak harta tapi batin merana, ancaman azab akhirat tidak dipedulikan. Kalaulah standar sayangnya Allah itu dengan kemewahan hidup dunia, Qarunlah orang yang paling disayangi Allah. Tapi akhirnya ia binasa ditelan bumi.
Juga sebaliknya, jangan mengira orang yang banyak ujian dan cobaan dalam hidup tanda ia dimurkai oleh Allah. Boleh jadi itu adalah musibah untuk menghapuskan dosa dan meninggikan derajatnya di surga nanti.
Penuntut ilmu juga begitu. Jangan mengira dapat nilai bagus dan selalu sukses adalah ukuran kasih sayang Allah kepadanya. Tapi lihatlah, bagaimana shalatnya, puasanya, bagaimana ketaatannya untuk tunduk pada aturan Allah, dan bagaimana usahanya untuk mengamalkan ilmunya.
Maka berhati-hatilah, kita sedang di posisi mana?
Standar sayang atau marahnya Allah itu adalah sejauh mana kita mampu taat kepada-Nya atau sedalam apa tenggelam dalam kemaksiatan.
[Sumber: Ustadz Fesbukers/Suryandi Temala Sip/islampos.com]
Minggu, 07 September 2014
Penjelasan Surat An-Nuur Ayat 22
Pada teks Arab QS. Al-Nuur: 22 tidak terdapat huruf Laa yang bermakna tidak pada an-Yu’tuu (agar memberi), namun pada terjemahan terdapat tambahan (tidak) yang diberi tanda kurung. Apa ini tidak merubah ayat?
Allah SWT berfirman,
وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dalam tafsir al-Bahr al-Muhith, Abu Hayyan, dijelaskan di sana ada huruf yang dihilangkan yakni Laa (tidak). Sehingga maknanya menjadi An Laa Yu’tuu (agar mereka tidak memberikan). Ini terjemahan tafsriyah. Menurut kami yang mambaca, tidak ada masalah dalam terjemahan tersebut dan bisa dipahami.
Ayat tersebut turun berkenaan dengan sikap Abu Bakar al-Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu saat ia bersumpah untuk tidak memberi nafkah (bantuan) kepada Misthah bin Utsasah setelah ia ikut-ikutan sebut Aisyah serong. Setelah turun ayat yang membebaskan Ummul mukminin dari segala tuduhan, maka tenteramlah hati kaum muslimin. Allah memberi taubat terhadap kaum mukminin yang sudah terlanjur berbicara negative terhadap Aisyah. Ada sebagian lain yang ditegakkan had atasnya.
Misthah ini kerabat Abu Bakar al-Shiddiq yang miskin. Abu Bakar biasa mencukupkan kebutuhannya. Karena marah atas kesalahan Misthah ini, Al-Shiddiq bersumpah untuk tidak memberikan bantuan lagi. Lalu Allah tegur agar dirinya memaafkan kesalahan saudaranya tersebut dan berlapang dada dengan tetap memberikan bantuan. Dengan ini Allah berikan balasan berupa ampunan dan rahmat.
Wallahu A’lam.
sumber: voa-islam.com
Allah SWT berfirman,
وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Nuur: 22)
Dalam tafsir al-Bahr al-Muhith, Abu Hayyan, dijelaskan di sana ada huruf yang dihilangkan yakni Laa (tidak). Sehingga maknanya menjadi An Laa Yu’tuu (agar mereka tidak memberikan). Ini terjemahan tafsriyah. Menurut kami yang mambaca, tidak ada masalah dalam terjemahan tersebut dan bisa dipahami.
Ayat tersebut turun berkenaan dengan sikap Abu Bakar al-Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu saat ia bersumpah untuk tidak memberi nafkah (bantuan) kepada Misthah bin Utsasah setelah ia ikut-ikutan sebut Aisyah serong. Setelah turun ayat yang membebaskan Ummul mukminin dari segala tuduhan, maka tenteramlah hati kaum muslimin. Allah memberi taubat terhadap kaum mukminin yang sudah terlanjur berbicara negative terhadap Aisyah. Ada sebagian lain yang ditegakkan had atasnya.
Misthah ini kerabat Abu Bakar al-Shiddiq yang miskin. Abu Bakar biasa mencukupkan kebutuhannya. Karena marah atas kesalahan Misthah ini, Al-Shiddiq bersumpah untuk tidak memberikan bantuan lagi. Lalu Allah tegur agar dirinya memaafkan kesalahan saudaranya tersebut dan berlapang dada dengan tetap memberikan bantuan. Dengan ini Allah berikan balasan berupa ampunan dan rahmat.
Wallahu A’lam.
sumber: voa-islam.com
Jumat, 05 September 2014
Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi
"BARANG siapa membaca surah Al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya ia akan diterangi oleh cahaya antara dua Jumat." (HR Hakim 3349).
Muaz Ibnu Anas Al-Juhari, Nabi SAW bersabda: “Siapa yang membaca dari Surah Al-Kahfi, maka jadilah baginya cahaya dari kepala hingga kakinya dan siapa yang membaca keseluruhannya, maka jadilah baginya cahaya antara langit dan bumi,” (HR Ahmad).
Rasulullah SAW Bersabda: “Barang siapa membaca Surah Al Kahfi pada hari Jum’at, maka Dajjal tidak bisa memudharatkannya,” (HR-Dailami).
Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan untuk membaca awal-awal surat Al Kahfi agar terlindung dari fitnah Dajjal. Dalam riwayat lain disebutkan akhir-akhir surat Al Kahfi yang dibaca.
Intinya, surat Al Kahfi yang dibaca bisa awal atau akhir surat. Dan yang lebih sempurna adalah menghafal seluruh ayat dari surat tersebut.
Imam Nawawi ra berkata, “(Kenapa yang dianjurkan untuk dibaca adalah surat Al Kahfi?) Karena di awal surat tersebut terdapat ayat-ayat yang menakjubkan. Siapa yang mau merenungkannya, niscaya ia akan terlindungi dari fitnah Dajjal. Sebagaimana pula dalam akhir-akhir ayat surat tersebut, Allah berfirman, “Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil (hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku?),” (QS. Al Kahfi: 102)” (Syarh Shahih Muslim, 6: 93).
Dan di antara waktu yang terbaik untuk membaca surat Al Kahfi adalah di hari Jum’at.
sumber: islampos.com
Muaz Ibnu Anas Al-Juhari, Nabi SAW bersabda: “Siapa yang membaca dari Surah Al-Kahfi, maka jadilah baginya cahaya dari kepala hingga kakinya dan siapa yang membaca keseluruhannya, maka jadilah baginya cahaya antara langit dan bumi,” (HR Ahmad).
Rasulullah SAW Bersabda: “Barang siapa membaca Surah Al Kahfi pada hari Jum’at, maka Dajjal tidak bisa memudharatkannya,” (HR-Dailami).
Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan untuk membaca awal-awal surat Al Kahfi agar terlindung dari fitnah Dajjal. Dalam riwayat lain disebutkan akhir-akhir surat Al Kahfi yang dibaca.
Intinya, surat Al Kahfi yang dibaca bisa awal atau akhir surat. Dan yang lebih sempurna adalah menghafal seluruh ayat dari surat tersebut.
Dari Abu Darda’, Nabi saw bersabda: “Barang siapa menghafal sepuluh ayat pertama dari surat Al Kahfi, maka ia akan terlindungi dari (fitnah) Dajjal,” (HR. Muslim).
Imam Nawawi ra berkata, “(Kenapa yang dianjurkan untuk dibaca adalah surat Al Kahfi?) Karena di awal surat tersebut terdapat ayat-ayat yang menakjubkan. Siapa yang mau merenungkannya, niscaya ia akan terlindungi dari fitnah Dajjal. Sebagaimana pula dalam akhir-akhir ayat surat tersebut, Allah berfirman, “Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil (hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku?),” (QS. Al Kahfi: 102)” (Syarh Shahih Muslim, 6: 93).
Dan di antara waktu yang terbaik untuk membaca surat Al Kahfi adalah di hari Jum’at.
sumber: islampos.com
Selasa, 02 September 2014
Apa Hukum Mengusap Wajah Setelah Berdoa
ADA YANG mengatakan bahwa mengusap wajah setelah berdo’a itu tidak dicontohkan Rasulullah saw. dan ada pula yang mengatakan sebaliknya, yaitu harus mengusap wajah kalau do’a ingin segera dikabulkan. sebenarnya mana yang benar?
Supaya adil dalam menilai atau menganalisis persoalan, berikut alasan yang menganjurkan untuk mengusap wajah setelah berdo’a dan alasan yang menganggap bahwa mengusap wajah itu tidak dicontohkan Rasulullah saw.
Orang yang menganjurkan agar mengusap wajah setelah berdo’a, merujuk pada keterangan-keterangan berikut ini.
Ibnu Abbas r.a. berkata, sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda, “Mohonlah kepada Alloh dengan telapak tanganmu dan jangan memohon kepada-Nya dengan punggung tanganmu, dan apabila kamu telah selesai berdo’a, maka usapkanlah kedua telapak tangan itu pada wajahmu.” (H.R. Ibnu Majah dan Abu Daud).
Yang dimaksud Mohonkanlah kepada Alloh dengan telapak tanganmu dan jangan memohon kepada-Nya dengan punggung tanganmu adalah berdo’alah sambil menegadahkan/ mengangkat tangan. Jadi menurut hadits ini, berdo’a itu harus sambil mengangkat tangan/ menegadahkan tangan. setelah selesai, usapkanlah telapak tangan itu pada wajah.
Umar bin Khattab r. a. berkata, “Apabila berdo’a Rasulullah saw. selalu mengangkat kedua tangannya, dan beliau tidak menurunkannya sebelum mengusap wajahnya.” (H. R. Tirmidzi). keterangan ini menegaskan bahwa Rasulullah saw. selalu mengangkat tangan saat berdo’a dan apabila selesai berdo’a beliau selalu mengusap wajahnya.
Inilah dua keterangan yang dijadikan alasan oleh orang yang menganjurkan untuk mengusap wajah selesai berdo’a. Namun dalil-dalil di atas dikritik oleh orang yang berpendapat bahwa mengusap wajah setelah berdo’a tidak dicontohkan Rasulullah saw.
Keterangan atau dalil kedua yang diriwayatkan oleh Tirmidzi juga dinilai dlaif (lemah dan tidak bisa dijadikan dalil), karena dalam sanadnya ada rawi bernama Hammad bin Isa yang dinilai lemah oleh Abu Daud, Abu Hatim dan Daruquthni.
Atas dasar inilah, disimpulkan bahwa keterangan-keterangan atau dalil-dalil yang digunakan orang-orang yang menganjurkan untuk mengusap wajah setelah berdo’a tidak bisa diamalkan, karena hasil penelitian para ahli hadis terbukti bahwa keterangan-keterangannya dlaif.
oleh sebab itu, Ibnu Taimiyyah dalam bukunya Fatawa Ibn Taimiyyah, Vol. I, hal. 159 menyebutkan, “Adapun mengenai satu atau dua dalil tentang mengusap wajah setelah berdo’a tidaklah bisa dijadikan alasan karena dlaif.“
Menganalisis alasan-alasan yang disampaikan kedua belah pihak, bisa disimpulkan bahwa mengusap wajah setelah berdo’a memang ada dalilnya. Namun menurut penelitian para ahli hadits, dalil-dalil tersebut dlaif alias tidak bisa diamalkan. Maka, mengusap wajah setelah berdo’a tidak perlu dikerjakan karena dalil-dalilnya dinilai lemah. wallohu alam.
Diambil dari : Amiruddin, Aam. Bedah Masalah Kontemporer II: Tanya-Jawab Ibadah & Muamalah. [sumber: runninayah]
sumber: Islam Pos
Supaya adil dalam menilai atau menganalisis persoalan, berikut alasan yang menganjurkan untuk mengusap wajah setelah berdo’a dan alasan yang menganggap bahwa mengusap wajah itu tidak dicontohkan Rasulullah saw.
Orang yang menganjurkan agar mengusap wajah setelah berdo’a, merujuk pada keterangan-keterangan berikut ini.
Ibnu Abbas r.a. berkata, sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda, “Mohonlah kepada Alloh dengan telapak tanganmu dan jangan memohon kepada-Nya dengan punggung tanganmu, dan apabila kamu telah selesai berdo’a, maka usapkanlah kedua telapak tangan itu pada wajahmu.” (H.R. Ibnu Majah dan Abu Daud).
Yang dimaksud Mohonkanlah kepada Alloh dengan telapak tanganmu dan jangan memohon kepada-Nya dengan punggung tanganmu adalah berdo’alah sambil menegadahkan/ mengangkat tangan. Jadi menurut hadits ini, berdo’a itu harus sambil mengangkat tangan/ menegadahkan tangan. setelah selesai, usapkanlah telapak tangan itu pada wajah.
Umar bin Khattab r. a. berkata, “Apabila berdo’a Rasulullah saw. selalu mengangkat kedua tangannya, dan beliau tidak menurunkannya sebelum mengusap wajahnya.” (H. R. Tirmidzi). keterangan ini menegaskan bahwa Rasulullah saw. selalu mengangkat tangan saat berdo’a dan apabila selesai berdo’a beliau selalu mengusap wajahnya.
Inilah dua keterangan yang dijadikan alasan oleh orang yang menganjurkan untuk mengusap wajah selesai berdo’a. Namun dalil-dalil di atas dikritik oleh orang yang berpendapat bahwa mengusap wajah setelah berdo’a tidak dicontohkan Rasulullah saw.
Alasannya sebagai berikut,
Keterangan atau dalil pertama yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Daud dinilai dlaif (lemah, tidak bisa dijadikan dalil), karena dalam sanadnya ada seorang rawi bernama Muhammad bin Ka’ab yang dinilai lemah oleh Abu Daud sendiri.
Keterangan atau dalil kedua yang diriwayatkan oleh Tirmidzi juga dinilai dlaif (lemah dan tidak bisa dijadikan dalil), karena dalam sanadnya ada rawi bernama Hammad bin Isa yang dinilai lemah oleh Abu Daud, Abu Hatim dan Daruquthni.
Atas dasar inilah, disimpulkan bahwa keterangan-keterangan atau dalil-dalil yang digunakan orang-orang yang menganjurkan untuk mengusap wajah setelah berdo’a tidak bisa diamalkan, karena hasil penelitian para ahli hadis terbukti bahwa keterangan-keterangannya dlaif.
oleh sebab itu, Ibnu Taimiyyah dalam bukunya Fatawa Ibn Taimiyyah, Vol. I, hal. 159 menyebutkan, “Adapun mengenai satu atau dua dalil tentang mengusap wajah setelah berdo’a tidaklah bisa dijadikan alasan karena dlaif.“
Menganalisis alasan-alasan yang disampaikan kedua belah pihak, bisa disimpulkan bahwa mengusap wajah setelah berdo’a memang ada dalilnya. Namun menurut penelitian para ahli hadits, dalil-dalil tersebut dlaif alias tidak bisa diamalkan. Maka, mengusap wajah setelah berdo’a tidak perlu dikerjakan karena dalil-dalilnya dinilai lemah. wallohu alam.
Diambil dari : Amiruddin, Aam. Bedah Masalah Kontemporer II: Tanya-Jawab Ibadah & Muamalah. [sumber: runninayah]
sumber: Islam Pos
Senin, 01 September 2014
5 Resiko Berjilbab
Jilboobs = Berjilbab = Hijab
Mengenakan busana yang terbilang ‘berani’ ini bukannya tanpa risiko. Banyak hal negatif yang bisa saja dialami oleh para pemakainya, di antaranya:
1. Dari artinya saja, Kata “boob” sendiri secara formal datang dari kata serapan Bahasa Spanyol dalam Bahasa Inggris yang berarti umpatan untuk “orang yang bodoh.”
2. Banyak gambar yang beredar luas di internet, wanita-wanita berjibab yang dadanya terlihat dengan jelas diperlakukan seperti data binari semata. Mereka dijadikan objek pemuas mata, objek makian dan candaan. Padahal mereka juga punya nama, punya perasaan dan punya cerita masing-masing di balik jilbabnya.
3. Jilboobs, yang belakangan sering dijadikan bahan bercandaan dan jadi sumber kenyinyiran, sebenarnya adalah bentuk penghinaan besar terhadap tubuh wanita. Orang bisa dengan mudah mengolok dan menilai wanita yang fotonya terpampang jelas di depan mata. Orang tak pernah merasa wajib untuk mengakui bahwa wanita tersebut adalah pribadi manusia yang utuh, bukan cuma potongan gambar.
4. Fenomena jilboobs juga secara tidak langsung merendahkan makna dari perjuangan menuju kebebasan berjilbab di Indonesia. Identitas yang ingin dibangun sebagai wanita Muslim yang berdaulat kini jadi terganggu oleh berbagai stigma miring.
5. Pemakai jilboobs tak dihargai oleh kaum laki-laki. Bagi mereka yang merasa bangga mengenakan pakaian minim mungkin akan merasa senang menjadi ‘pusat perhatian.’ Padahal sebenarnya, secara tidak langsung mereka mengundang syahwat kaum laki-laki dan bisa saja berimbas pada kerugian diri mereka sendiri.
Sudah sepantasnya, kaum wanita mampu menjaga kehormatannya dengan menutup tubuhnya dengan pakaian yang syar’i. Islam amat menghargai kaum perempuan, karena begitu berharganya mereka dihadapan Allah.
sumber: islam pos
editor: -
Mengenakan busana yang terbilang ‘berani’ ini bukannya tanpa risiko. Banyak hal negatif yang bisa saja dialami oleh para pemakainya, di antaranya:
1. Dari artinya saja, Kata “boob” sendiri secara formal datang dari kata serapan Bahasa Spanyol dalam Bahasa Inggris yang berarti umpatan untuk “orang yang bodoh.”
2. Banyak gambar yang beredar luas di internet, wanita-wanita berjibab yang dadanya terlihat dengan jelas diperlakukan seperti data binari semata. Mereka dijadikan objek pemuas mata, objek makian dan candaan. Padahal mereka juga punya nama, punya perasaan dan punya cerita masing-masing di balik jilbabnya.
3. Jilboobs, yang belakangan sering dijadikan bahan bercandaan dan jadi sumber kenyinyiran, sebenarnya adalah bentuk penghinaan besar terhadap tubuh wanita. Orang bisa dengan mudah mengolok dan menilai wanita yang fotonya terpampang jelas di depan mata. Orang tak pernah merasa wajib untuk mengakui bahwa wanita tersebut adalah pribadi manusia yang utuh, bukan cuma potongan gambar.
4. Fenomena jilboobs juga secara tidak langsung merendahkan makna dari perjuangan menuju kebebasan berjilbab di Indonesia. Identitas yang ingin dibangun sebagai wanita Muslim yang berdaulat kini jadi terganggu oleh berbagai stigma miring.
5. Pemakai jilboobs tak dihargai oleh kaum laki-laki. Bagi mereka yang merasa bangga mengenakan pakaian minim mungkin akan merasa senang menjadi ‘pusat perhatian.’ Padahal sebenarnya, secara tidak langsung mereka mengundang syahwat kaum laki-laki dan bisa saja berimbas pada kerugian diri mereka sendiri.
Sudah sepantasnya, kaum wanita mampu menjaga kehormatannya dengan menutup tubuhnya dengan pakaian yang syar’i. Islam amat menghargai kaum perempuan, karena begitu berharganya mereka dihadapan Allah.
sumber: islam pos
editor: -
FENOMENA “Jilboobs" Kian Menjamur
FENOMENA “Jilboobs” kini makin menjamur di kalangan kaum hawa. Jilbab yang seharusnya menjaga kehormatan dan menutup tubuh agar tidak ‘membentuk,’ justru menjadi bahan cibiran dan tak jarang mengundang tangan jahil kaum laki-laki yang tak menghargai wanita.
Padahal, jika ditilik dari etimologinya “Jilboobs” adalah gabungan dari kata “jilbab” dan “boobs” yang berarti -maaf- payudara wanita, yang diartikan dari bahasa Inggris informal.
Orang Indonesia memang terbilang paling kreatif dalam menciptakan akronim. Wanita yang dijuluki jilboobs adalah mereka yang mengenakan penutup kepala atau jilbab tapi masih mengenakan pakaian yang membentuk bagian sensitif tubuh wanita.
sumber: islam pos.
editor: -
Padahal, jika ditilik dari etimologinya “Jilboobs” adalah gabungan dari kata “jilbab” dan “boobs” yang berarti -maaf- payudara wanita, yang diartikan dari bahasa Inggris informal.
Orang Indonesia memang terbilang paling kreatif dalam menciptakan akronim. Wanita yang dijuluki jilboobs adalah mereka yang mengenakan penutup kepala atau jilbab tapi masih mengenakan pakaian yang membentuk bagian sensitif tubuh wanita.
sumber: islam pos.
editor: -











